Kisah Berkahnya Bersedekah

Silahkan Buka..
Ketahuilah, Allah Ta’ala hanya akan memberi kekayaan pada hati yang pandai bersyukur.
Islam adalah agama yang mengutamakan amal, derma, kebaikan, kemurahan hati, dan tolong-menolong. Dan sedekah merupakan elemen utama dalam hal ini.

Kata sedekah atau shadaqah disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 15 kali dan semuanya turun pasca-hijrah, yakni di Madinah.

Sedekah berasal dari kata shadaqah, yang berarti “benar”. Menurut pengertian istilah syari’at, sedekah berarti “segala pemberian amal derma di jalan Allah”.

Pengertian sedekah lebih luas daripada infak. Infak berkaitan dengan materi, sedang sedekah juga menyangkut hal yang non-materi.

Dari segi makna syar’i, hampir tidak ada perbedaan makna antara sedekah dan zakat. Bahkan, Al-Qur’an sering menggunakan kata sedekah dalam pengertian zakat.

Allah SWT berfirman, “Ambillah sedekah (zakat) dari sebahagian harta mereka. Dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya, doa kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” -- QS At-Tawbah (9): 103.

“Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat-zakat) itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” -- QS At-Tawbah (9): 60.

Rasulullah SAW dalam hadits pun sering menyebut sedekah dengan makna zakat, seperti dalam haditsnya, “Harta yang kurang dari lima watsaq tidak ada kewajiban untuk membayar sedekah (zakat).” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Begitu juga dalam hadits yang mengisahkan pengiriman Mu’adz bin Jabal RA ke Yaman. Rasulullah SAW memberi perintah, “Beri tahu mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka untuk mengeluarkan sedekah (zakat) dari sebagian harta mereka....”

Dalam kitab Al-Ahkam as-Sulthaniyyah bab 11, Imam Al-Mawardi mengatakan, sedekah itu adalah zakat dan zakat itu adalah sedekah.

Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda,

“Tiap muslim wajib bersedekah.”
Sahabat bertanya, “Jika tidak bisa?”
“Hendaklah dia bekerja dengan kedua tangannya yang berguna bagi dirinya dan dia dapat bersedekah.”
“Jika tidak bisa?”
“Bantulah orang yang sangat butuh pertolongan.”
“Jika tidak bisa?”
“Menganjurkan kebaikan.”
“Jika tidak bisa?”
“Menahan dirinya dari kejahatan, maka itu sedekah untuk dirinya sendiri.”

Dari penjelasan hadits di atas, sedekah tidak harus dengan mengeluarkan sejumlah materi atau uang. Tetapi semua amal kebajikan yang dilakukan seorang muslim, seperti menjaga kebersihan lingkungannya, bersopan-santun, bahkan sekadar memberikan senyuman pun, tergolong sedekah. Termasuk membaca tasbih, takbir, tahmid, tahlil, hingga bersenggama dengan istri, adalah sedekah.

Sedekah harus menjadi makanan pokok dalam hidup kita, baik dalam keadaan kaya maupun miskin. Jangan jadikan kemiskinan sebagai tembok penghalang untuk bersedekah. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW menyatakan bahwa Allah menyukai orang kaya yang dermawan, namun Allah lebih menyukai orang miskin yang dermawan.

Banyak kisah, baik dalam kitab-kitab maupun pengalaman pada masa kini, yang telah menceritakan keberkahan yang melimpah setelah seseorang bersedekah.

Keteladanan para Sahabat
Sahabat-sahabat Rasulullah menjadi teladan dalam bersedekah. Abdurrahman bin Auf menyumbangkan sebahagian besar kekayaannya untuk membantu kaum Muhajirin saat tiba di Madinah, hingga ia sendiri hanya memakai satu-satunya pakaian terbaiknya dan sepetak tanah untuk berteduh. Begitu pun dengan Sayyidina Ali RA.

Suatu hari Sayyidina Ali mendapati kedua anaknya, Al-Hasan dan Al-Husain, jatuh sakit. Ia berupaya mencari pengobatan buat kedua buah hatinya.

Lama belum ada hal yang menunjukkan kesembuhan, Sayyidina Ali bernadzar, “Ya Allah, jika kedua putraku ini sembuh, aku akan berpuasa selama tiga hari.”

Allah mendengar nadzarnya hingga Allah memberikan kesembuhan bagi kedua cucu Rasulullah SAW itu.

Sayyinida Ali dan istrinya, Sayyidah Fathimah, pun berpuasa untuk memenuhi nadzar itu.

Singkat cerita, menjelang berbuka puasa di hari pertama puasa nadzar itu, mereka hanya memiliki dua kerat roti kering. Saat akan berbuka, belum lagi disantapnya roti itu, datanglah seorang fakir miskin yang kelaparan dan meminta tolong keduanya. Maka roti itu diberikan seluruhnya, melihat keadaan si peminta-minta yang sangat membutuhkan uluran itu. Urunglah keduanya menyantap makanan berbuka.

Pada hari kedua, mereka punya sepotong roti yang dipersiapkan untuk disantap saat berbuka. Ketika tiba saat berbuka, lagi-lagi datang seseorang yang membutuhkan uluran tangan keduanya. Kali itu seorang anak yatim yang kurus meminta sesuap makanan, sehingga Sayyidina Ali dan Sayyidah Fathimah pun memberikannya. Keduanya pun berbuka hanya dengan air putih.

Demikian juga saat hari ketiga. Ketika waktu berbuka, datang seorang tawanan yang baru dibebaskan dan membutuhkan makanan dari keduanya. Mereka berdua pun akhirnya merelakan satu-satunya roti kering yang mereka persiapkan untuk berbuka.

Sebuah pelajaran yang amat mengharukan dari keluarga Rasulullah Muhammad SAW, yang penyantun dan penyabar. “Idza da’ahul miskinu ajabahu ijabatan mu`ajjalah (Jika orang miskin menyerunya, dijawabnya sesegera mungkin).” Demikian untaian kata Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi dalam uraian Maulid Nabi karyanya, Simthud Durar.

Kisah Sayyidina Ali ini Allah Ta’ala abadikan dalam surah Al-Insan (76): 8-10, “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (adzab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.”

Sudah menjadi suatu kewajiban bagi seorang muslim untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Tidak dipungkiri, banyak saudara muslim yang memperoleh keluasan dan kemudahan atas ikhtiarnya itu. Sementara di sisi lain, ada sebahagian saudara yang hidup sebatas cukup, bahkan di bawah standar kecukupan. Dan Islam pun telah mengatur skema dan mekanisme sedekah dan jenis-jenisnya, seperti zakat, infak, hibah, sehingga kehidupan sosial berjalan sesuai titian yang ditunjukkan Allah SWT.

Bersedekah merupakan aktivitas seorang muslim yang memiliki sifat keutamaan, karena ketinggian derajat seorang muslim sangat ditentukan oleh sebesar dan sejauh mana ia memiliki kepedulian dan kepekaan sosial kepada muslim lainnya.

Harta bukan untuk ditumpuk dan dinikmati sendiri. Seorang muslim harus ingat bahwa ada kewajiban yang harus ditunaikan terhadap harta itu, karena di dalamnya juga ada hak orang lain. Sesungguhnya, bersedekah bukan hanya untuk kepentingan orang lain, tapi juga terlebih untuk kepentingan kita sendiri, sebagai bekal, baik di dunia maupun di akhirat.

Kisah Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa
Lain Ustadz Yusuf Mansur, lain lagi kisah Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa. Habib Munzir punya cerita unik lainnya tentang sedekah, yang dikutip dalam sebuah kisah yang termaktub dalam Shahih Al-Bukhari. Sedekah ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh sang pelaku sedekah.

Habib Munzir sebelumnya menjelaskan, ada tiga macam sedekah: sedekah secara sembunyi-sembunyi, sedekah secara terang-terangan, dan sedekah dengan memberikan maaf.

Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari, salah seorang mengumpulkan hartanya yang banyak untuk bersedekah sembunyi-sembunyi. Ia kumpulkan uang sampai berjumlah sekian ribu dinar dalam setahun.

Sesudah uangnya terkumpul, ia pergi keluar rumahnya pada malam hari.

Dilihatnya ada seorang wanita tidur di jalanan.

“Wah, ini orang susah,” begitu kira-kira ia berpikir. Dan, sambil menutup wajahnya, agar tidak diketahui, ia memberikan bungkusan uang itu dan lari, supaya tidak diketahui.

Pagi hari gempar di kampung. Ada pelacur mendapat bungkusan uang yang diberikan oleh orang tak dikenal.

Maka orang itu pun bergumam, “Subhanallah! Salah beri, aku kira dia wanita susah, ternyata pelacur.”

“Ya Rabb, setahun kukumpulkan uang untuk dapat pahala sedekah yang sembunyi-sembunyi, ternyata uangku hanya untuk pelacur.”

Tapi ia tidak putus asa. Dikumpulkannya lagi uang sampai setahun yang jumlahnya sekian ribu dinar.

Kali itu ia tidak mau tertipu. Pada suatu malam, kembali ia beraksi. Dilihatnya seorang laki-laki yang sedang duduk diam di suatu tempat yang gelap. “Ini pasti orang susah,” gumamnya. Dilemparlah bungkusan uang sedekah itu ke si laki-laki itu, lalu ia bergegas lari.

Pada pagi harinya terdengar kabar gempar. Si laki-laki yang dikenal sebagai pencuri mendapatkan sebungkus uang. Malam itu ia tengah menyusun strategi sendirian untuk mencuri. Nyatanya, belum sempat melakukan aksinya, ia malah mendapat uang dengan jumlah yang besar.

“Ya Rabb, dua tahun aku bekerja khusus untuk memberi nafkah orang yang susah dengan sembunyi-sembunyi. Tahun lalu yang dapat seorang pelacur. Eh, tahun ini seorang pencuri.”

Namun ia tetap tak putus asa. Ia kumpulkan lagi uang sedekah sampai setahun berikutnya. “Ya Rabb, ini yang terakhir. Kalau sedekah ini masih saja tidak tertuju kepada mustahiq, selesailah, ya Rabb. Aku tidak mampu lagi.”

Pada waktu yang telah dipersiapkannya, kembali ia melaksanakan niatan baiknya untuk yang ketiga kalinya. Malam itu, ia melihat seorang orang tua tengah jalan sendiri dengan tongkatnya tertatih-tatih.

Lantas apa yang terjadi, apakah kali ini orang tersebut berhasil, memberikan sedekah kepada mustahiq? Baca kisah selengkapnya di majalah alKisah edisi 18.




Rahasia dibalik Kata Al-Hayaa’ (Malu) Dalam Bahasa Arab

Silahkan Membuka..
Pembaca mulia, kata “malu” dalam bahasa Arab adalah اَلْحَيَاءُ /al-hayaa’/. Kata ini, merupakan derivat dari kata اَلْحَيَاةُ /al-hayaah/, yang artinya adalah “kehidupan”. Selain اَلْحَيَاءُ, contoh derivat lain kata اَلْحَيَاةُ adalah حَيَا /hayaa/, yang artinya “hujan”. Apa kaitan antara hujan dan kehidupan? Kaitannya adalah bahwa hujan merupakan sumber kehidupan bagi bumi, tanaman, dan hewan ternak.

Dalam bahasa Arab, al-hayaah “kehidupan” mencakup kehidupan dunia dan akhirat.

Lalu, kembali ke pokok bahasan utama, apa kaitan al-hayaa’ “malu” dengan al-hayaah “kehidupan”?

Jawabannya adalah karena orang yang tidak memiliki rasa malu, ia seperti mayat di dunia ini, dan ia benar-benar akan celaka di akhirat.

Orang yang tidak memiliki rasa malu, tidak merasa risih ketika bermaksiat.

Ketika ia mempertontonkan lekuk-lekuk tubuhnya dan memamerkan auratnya, ia tidak merasa bahwa itu adalah perbuatan yang menjijikkan….

Ketika ia berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya di tengah keramaian, ia tidak peduli dengan tatapan heran manusia…

Ketika ia melanggar setiap larangan Allah, ia anggap sebagai rutinitas, seolah-olah dia tidak merasa bahwa dirinya hina…

Benar, ia seperti mayat. Ya! apapun yang terjadi di sekitar mayat, tiada kan dapat mendatangkan manfaat baginya…

Maka, benarlah perkataan Ibnul Qayyim

وَمِنْ عُقُوْبَاتِهَا ذِهَابُ الْحَيَاءِ الَّذِي هُوَ مَادَةُ الْحَياَة ِللْقَلْبِ وَهُوَ أَصْلُ كُلِّ خَيْرٍ وَذِهَابُ كُلِّ خَيْرٍ بِأَجْمَعِهِ

Di antara dampak maksiat adalah menghilangkan MALU yang merupakan SUMBER KEHIDUPAN hati dan inti dari segala kebaikan. Hilangnya rasa malu, berarti hilangnya seluruh kebaikan.

(اَلْجَوَابُ الْكَافِي لِمَنْ سَأَلَ عَنِ الدَّوَاءِ الشَّافِي, hal. 45)

Ini sebagaimana sabda Nabi

اَلْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ

/Al-hayaa’ khairun kulluhu/

“Rasa malu seluruhnya adalah kebaikan” (Shahih Muslim: 87)

Oleh karena itu, seseorang yang bermaksiat dan terus menerus melakukannya, dikatakan sebagai orang yang tidak tahu malu. Nabi bersabda

“Sesungguhnya termasuk yang pertama diketahui manusia dari ucapan kenabian adalah jika kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu!”
(Shahih Bukhari: 5769)

Dalam menjelaskan maksud hadits di atas, Ibnul Qayyim berkata,

وَاْلَمَقْصُوْدُ أَنَّ الذُّنُوْبَ تُضْعِفُ الْحَيَاءَ مِنَ الْعَبْدِ حَتَّى رُبَّمَا اِنْسَلَخَ مِنْهُ بِالْكَلِّيَّةِ حَتَّى رُبَّمَا إِنَّهُ لاَ يَتَأَثَّرُ بِعِلْمِ النَّاسِ بِسُوْءِ حَالِهِ وَلاَ بِاطِّلاَعِهِمْ عَلَيْهِ بَلْ كَثِيْرٌ مِنْهُمْ يُخْبِرُ عَنْ حَالِهِ وَقَبْحِ مَا يَفْعَلُهُ وَالْحَامِلُ عَلَى ذَلِكَ اِنْسِلاَخُهُ مِنَ الْحَيَاءِ وَإِذَا وَصَلَ الْعَبْدُ إِلَى هَذِهِ الحَالَةِ لَمْ يَبْقَ فِي صَلاَحِهِ مَطْمَعٌ

Maksudnya, dosa-dosa akan melemahkan rasa malu seorang hamba, bahkan bisa menghilangkannya secara keseluruhan. Akibatnya, pelakunya tidak lagi terpengaruh atau merasa risih saat banyak orang mengetahui kondisi dan perilakunya yang buruk. Lebih parah lagi, banyak di antara mereka yang menceritakan keburukannya. Semua ini disebabkan hilangnya rasa malu. Jika seseorang sudah sampai pada kondisi tersebut, tidak dapat diharapkan lagi kebaikannya.

(اَلْجَوَابُ الْكَافِي لِمَنْ سَأَلَ عَنِ الدَّوَاءِ الشَّافِي, hal. 45)

Akhirnya, saya akhiri risalah ini dengan mengutip lagi perkataan Ibnul Qayyim

وَمَنِ اسْتَحْيَ مِنَ اللهِ عِنْدَ مَعْصِيَّتِهِ اِسْتَحَى اللهُ مِنْ عُقُوْبَتِهِ يَوْمَ يَلْقَاهُ وَمَنْ لَمْ يَسْتَحِ مِنَ اللهِ تَعَالَى مِنْ مَعْصِيَّتِهِ لَمْ يَسْتَحِ اللهُ مِنْ عُقُوْبَتِهِ

Barangsiapa malu terhadap Allah saat mendurhakaiNya, niscaya Allah akan malu menghukumnya pada hari pertemuan dengan-Nya. Demikian pula, barangsiapa tidak malu mendurhakaiNya, niscaya Dia tidak malu untuk menghukumnya.

Referensi:

Kitab اَلْجَوَابُ الْكَافِي لِمَنْ سَأَلَ عَنِ الدَّوَاءِ الشَّافِي yang juga dikenal dengan nama اَلدَّاءُ وَالدَّوَاءُ, karya مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ أَيُّوْبُ اَلزُّرْعِي أَبُوْ عَبْدِ اللهِ (yang dikenal dengan nama Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah). Penerbit: دَارُ الْكُتُبِ الْعِلْمِيَّةِ – بِيْرُوْتُ (via

Tingkat-tingkat Iman

Silahkan Buka..
1. Tingkatan Iman

2. Martabat Iman

3. Jalan Jalan Untuk Sampai Kepada Keimanan Yang Kamil

4. Tanda Tanda Seorang Syaikh Yang Kamil (Sempurna)

1. Tingkatan Iman

Hendaklah diketahui bahawa keimanan terhadap apa yang dibawa oleh baginda Rasulullah s.a.w. tidak bertambah dan berkurang. Kuat atau lemah, bertambah atau berkurangnya keimanan adalah menurut amalan dan buahnya (hasilnya). Bertambahnya amal yang baik bererti menguatkan keimanan, justeru itu akan terpancarlah cahaya di hati dan roh. Lemahnya keimanan adalah disebabkan kemaksiatan dan dosa dosa yang dilakukan, dan mungkin akan menghapuskan keimanan seluruhnya, naauzubillah.

Setengah golongan Salaf pernah berkata yang bermaksud:

"Maksiat maksiat itu mendedahkan atau memudahkan kepada kekufuran. Hudhaifah meriwayatkan bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: 'Fitnah fitnah akan mengenai hati hati seperti tikar (yang dianyam) sebatang sebatang. Maka mana mana hati yang benar benar dimasuki fitnah akan tertitik hitam, dan manamana hati yang menolaknya akan tertitik dengan titik putih, hinggalah menjadi dua hati, pertama putih seperti batu yang Iicin, ia tidak dimudarati oleh fitnah selama ada langit dan bumi, yang kedua hitam kelabu seperti kendi yang mengalir airnya (keluar) tidak mengenaii baik dan tidak menegahi mungkar kecuali daripada hawa nafsunya (datang kepadanya)"

Menurut riwayat Abu Said al Khudri Rasulullah s.a.w bersabda yang mafhumnya:

"Hati itu empat bahagian: hati yang masih suci bersih, padanya Iampu yang bersinar, hati yang terbungkus dan terbalut dengan bungkusannya, hati yang terbatik, dan hati yang terbentang. Adapun hati yang masih suci bersih ialah hati mukmin, lampu di dalamnya punya cahaya, hati yang terbungkus dan terbalut ialah hati si kafir, manakala hati yang terbalik ialah hati orang yang benar benar munafik, is mengetahui kemudian ingkar. Hati yang terbentang ialah hati yang terbentang padanya iman dan nifaq, maka iman padanya adalah seumpama sayur sayuran yang digenangi air tawar, dan nifaq padanya adalah seumpama luka yang digenangi nanah bercampur darah. Maka sesuatu di antara keduanya yang lebih banyak, dialah yang mengalahkannya." (Ahmad)

2.0 Martabat Iman

Kuat dan lemah 'aqidah manusia terbahagi kepada beberapa bahagian. Ini mengikut bertapak dan jelasnya dalil di dalam diri setiap orang. Kami jelaskan dengan melalui contoh seperti berikut:

Seorang lelaki (yang dipercayai cakapnya) menceritakan kepada seorang lelaki yang lain yang tidak pernah melihat sebuah negara yang bernama Yaman bahawa di sana ada negara Yaman, lalu ia terus membenarkan dan mempercayainya. Apabila ia mendengar dari ramai yang menceritakan tentang berita ini maka kepercayaannya semakin bertambah sekalipun pegangannya masih boleh digugat oleh keraguan bila didedahkan dengan berbagai keraguan. Apabila ia melihat gambarnya (negara Yaman) maka semakin bertambahlah kepercayaannya, segala keraguan sukar untuk mengugatnya. Apabila ia musafir ke negara tersebut dan terlihat olehnya tanda tanda negara tersebut maka akan bertambahlah keyakinannya dan hilanglah keraguannya. Apabila ia ke sana dan melihat dengan matanya sendiri tidak ada ruang untuk diragui lagi, maka pegangannya akan bertapak dengan kukuhnya dan mustahil ia kembali semula (tidak percaya) sekalipun semua orang tidak mempercayainya. Apabila ia berjalan di jalanannya, sambil mengkaji keadaan dan hal ehwal negara itu maka bertambah pengalaman dan makrifatnya di mana ini satu keterangan yang amat jelas untuk mengukuhkan pegangannya.

Bila kamu mengetahui tentang ini maka ingatlah bahawa dalam berpegang kepada agama manusia terbahagi kepada beberapa golongan:

Mereka yang menerima 'aqidah itu kerana diberitahu lalu berpegang (pada kebiasaannya). Golongan ini tidak selamat daripada keraguan bila didatangi syubahat (keraguan dan salah faham)


Mereka yang melihat dan berfikir, maka bertambah imannya dan kuat keyakinannya


Meraka yang sentiasa melihat, memerahkan akal berfikir, meminta pertolongan daripada Allah, dan menjunjung titah perintah Nya serta mengelokkan ibadahnya. Maka akan terpancarlah nur hidayat di hatinya dan ia akan melihat dengan cahaya hatinya sesuatu yang menyempurnakan keimanan dan keyakinannya, maka tetaplah hatinya. Firman Allah yang mafhumnya:

"Dan orang orang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya." (Muhammad: 17)

Menurut Syeikh al Islam Ibrahim al Bajuri, katanya: "Ketahuilah bahawa iman itu terbahagi kepada lima:"

Iman taqlid, iaitu iman yang lahir daripada menerima percakapan seorang 'aqidah dengan dalil.

Iman ilmu, iaitu iman yang lahir daripada mengetahui beberapa; 'aqidah dengan dalil.

Iman Iyan, iaitu iman yang lahir daripada penumpuan hati terhadap Allah, tidak terluput walau sekelip mata pun

Iman hak, iaitu iman yang lahir daripada penglihatan hati terhadap Allah

Iman hakikat, iaitu iman yang lahir daripada keadaan seseorang yang tidak ternampak sesuatu pun selain daripada Allah.

Iman taqlid itu ialah bagi orang awam, iman ilmu bagi orang orang yang mempunyai dalil dan iman Iyan ialah bagi orang yang bermuraqabah dinamakan maqam muraqabah. Iman hak ialah bagi orang orang yang arifin (mengetahui dan mendalam), dinamakan maqam musyahadah (penyaksian mata hati), dan iman hakikat ialah bagi orang yang waqifin (sentiasa melazimi), dinamakan maqam fana' kerana mereka itu fana' dari yang lain daripada Allah, mereka tidak ternampak sesuatu pun selain daripada Allah, kecuali Allah sahaja.

Menurut Imam Ali al Qari: Sesungguhnya perbezaan cahaya kalimah tauhid di hati ahlinya tidak dapat dihitung kecuali Allah sahaja. Ada di antara manusia, cahaya kalimah tauhid di hatinya seperti mahatari, ada seperti bulan, ada seperti bintang, ada seperti ubur besar (terang), ada seperti lampu yang malap. Bila kuat cahaya kalimah ini maka tinggilah martabatnya dan akan membakar semua salah faham dan hawa nafsu menurut kekuatannya di mana mungkin akan sampai kepada sesuatu keadaan dengan menghapuskan semua syubahat dan hawa nafsu.

Renungkanlah kata kata al Imam Hasan al Banna di dalam perbicaraannya tentang unsur unsur 'aqidah Islam:

"Teguhnya hubungan di antara haft nurani manusia dengan penciptanya ialah sehingga sampai seorang itu kepada makrifat ruhi; ia adalah sebenar benar dan semanis manis makrifat. Dengan itu hati nurani manusia lebih berkemampuan untuk menyingkap sesuatu yang masih terlindung, selain daripada kebendaan dan fikiran yang terbatas dengan ikatan ikatan kebendaan dan natyah perbandingan yang boleh dirasa (difahami)"

Agama Islam seringkali menyeru hati kecil dan membangkitkan ciriciri kejiwaan yang ada di dalam diri seorang manusia supaya ia meningkat lebih tinggi ke mercu clam tinggi serta dapat merasai kelazatan makrifat terhadap Allah.

Firman Allah yang mafhumnya:

"Orang orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenteram."

Sesungguhnya hati seorang manusia apabila bersih dan bersinar akan dapat merasai hakikat kelazatan iman terhadap Allah. Pernah salah seorang yang arif ditanya tentang bukti bukti atau dalil dalil yang jelas dan mendalam tentang keimanan kepada Allah. la tersenyum lalu berkata: Pagi yang cerah tidak memerlukan lampu, maka bilakah siang memerlukan kepada bukti?"

Makrifat yang dapat dirasai oleh hati nurani tersebutlah yang dimaksudkan daripada hadith Ihsan yang berbunyi yang mafhumnya: "Engkau menyembah Allah seolah olahnya engkau melihatNya tetapi jika engkau tidak melihat Nya maka seungguhnya la melihat engkau"

Demikian juga hadith yang mafhumnya:

"Tiga perkara, sesiapa yang terdapat ketiga tiga perkara itu dalam dirinya beliau akan mendapat kemanisan iman: la menjadikan Allah dan Rasul lebih dikasihi daripada yang lain; tidak mengasihi seseorang kecuali kerana Allah; ia benci kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana ia benci melontarkan ke dalam neraka." (Bukhari, Muslim)

Demi hidupku, pohon keimanan tidak akan mengeluarkan buahnya pada tiap tiap masa dengan izin tuhannya, selama mana seseorang mukmin tidak merasai kemanisan iman dan kelazatan keyakinan.

Al Sayyid Abul Hasan al Nadwi pernah berkata:

"Seseorang tidak mampu mengatasi nafsu dirinya, adat dan kebiasaannya, kepentingan dan kemanfaatannya, tujuan dan syahawatnya. Demikian juga, seseorang itu tidak boleh mengangkat kerendahan darjat yang dijelaskan oleh al Qur'an: "Tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah." 4 kecuali apabila ketara jelas keyakinan dan rasa cinta, di mana akan jadilah ia laksana kilat yang menyambar di malam kelam atau laksana kayu apa yang menyala yang tidak padam apinya dan tidak hilang panasnya"

Beliau menjelaskan lagi bahawa keikhlasan dan kerabbaniyahan, rasa belas kasihan, kelembutan hati dan keberanian serta keperkasaan yang diperlukan untuk tebusan dan pengorbanan, pengembelingan jiwa dan roh, jihad dan perjuangan, tajdid dan pembaharuan. Ia tidak akan bangkit dan lahir pada kebiasaannya kecuali setelah bersihnya roh, terdidiknya hati, wujudnya mujahadah dan ibadah. Ini semuanya dapat kita lihat pada kebanyakan mereka yang telah turun ke medan tajdid (pembaharuan) jihad dalam sejarah Islam di mana mereka merasa keenakan dengan kedudukan roh yang tinggi.

3.0 Jalan Jalan Untuk Sampai Kepada Keimanan Yang Kamil

Kukuhkan 'aqidah yang benar, dan fikiran yang betul di mana ia akan melahirkan tindak tanduk yang baik. Penyelewengan 'aqidah atau fikrah semestinya akan melahirkan tindak tanduk yang pincang. Tuntutlah ilmu yang benar agar 'aqidah kamu betul dan fikrah kamu mengenai Islam tidak menveleweng dan tidak salah.


Hendaklah ibadah kamu betul, yang mempunyai dua faktor penting; keikhlasan dan mengikut Sunnah. Fudail bin Iyad pernah menjelaskan mengenai firman Allah yang mafhumnya:

"Agar dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya." (Hud: 7)

Katanya: Ini bermaksud amalan yang paling ikhlas dan benar.

"Saudara, hendaklah mentaati Allah, merendahkan pandangan (daripada melihat wanita) menjauhkan diri dari majlis majlis mungkar, membanyakkan membaca al Qur'an, senantiasa berzikir kepada Allah, di mana ia adalah untuk hati laksana udara untuk tubuh."

Firman Allah yang mafhumnya:

"Hai orang orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut) nama Allah, zikir yang sebanyak banyak." (A1 Ahzab: 41)

Sabda Nabi s.a.w. yang mafhumnya:

Perumpamaan orang yang berzikir (mengingati) tuhannya dan orang yang tidak berzikir ialah seumpama orang yang hidup dengan orang yang mati. (Bukhari)

Menurut Ibnu Taimiyyah:

"Mengingati Allah bagi manusia laksana air (pentingnya) kepada ikan, cuba lihat bagaimana hidupnya ikan bila jauh daripada air."

Menurut Syeikh Muhammad al Hamid, rahimahullah:

"Hendaklah setiap kita bersama Allah dengan membaca kitabNya, berzikir kepada Nya menurut apa apa bentuk zikir yang dikehendaki, di mana zikir itu mengilap hati hati, mendidik jiwa, membangkitkan segala roh. Tidak ada kebaikan bagi seseorang muslim jika dirinya kosong, hatinya tidak lembut dan tunduk serta airmatanya tidak berlinangan. Sesungguhnya kekerasan hati itu dapat diubati dengan berzikir kepada Allah"

Menurut Syeikh Muhammad al Hashimi:

"Sesungguhnya wujudnya (ingatan) kepada Allah di dalam hati adalah cahaya, ketenangan, kernuliaan dan kekayaan. Manakala wujud benda benda lain di dalarn hati itu adalah kegelapan, keganasan, kehinaan dan kefakiran"

Hendaklah kamu mendampingi orang orang saleh dan ahli makrifat (mengetahui) tentang Allah. Di antara tanda tanda mereka ialah: Sibuk dengan keaiban diri sendiri daripada kesilapan orang lain, patuh kepada suruhan syara' dan tegahannya dengan penuh rasa jujur dan taat serta menyeru kepada kebaikan dan menegah daripada kemungkaran dengan kekuatan dan keimanan.

Sesungguhnya berdamping dengan mereka itu melembutkan hati dan membersihkan diri daripada kesalahan (dosa). Ini merupakan suasana yang murni yang mana dalam suasana inilah hati itu sentiasa hidup dengan baik.

Ikutan kita yang agung serta contoh yang baik ialah baginda Rasulullah s.a.w. dan ulama' ulama' yang beramal serta mengikut jejak langkahnya, baik dalam kata kata maupun perbuatan dan keadaan mereka.

Menurut Sayyidi al Syeikh Muhammad al Hamid:

"Berjalan tanpa mursyid (penunjuk, pemandu) yang mengetahui, kadangkala tidak membawa kepada matlamat yang diharapkan, dan hendaklah kamu berpandukan kepadanya. Sepertilah juga seseorang itu tidak boleh menjadi doktor dengan sekadar membaca buku buku sahaja tanpa melakukan amali (kedoktoran), kemudian setelah berjaya di dalam peperiksaan ia bertugas di pusat rawatan di bawah pemerhatian para doktor. Tidaklah ia menjadi seorang doktor kecuali dengan melatui cara ini. Perjalanan menuju Allah tidak akan terjamin pencapaiannya kecuali dengan mendampingi orang alim yang bersih, bertaqwa dan warak, di mana seseorang dididik dengan mendampingi orang lain, dan orang itu dididik dengan orang lain pula. Begitulah seterusnya hingga kepadajunjungan besarNabi Muhammad s. a. w."

Menurut al Sayyid Abu Hasan al Nadawi:

"Punca segala kerosakan dalam pelbagai bidang hidup, punca bencana dan kecelakaan ialah tiada keikhlasan dan buruknya akhlak. Sesungguhnya sebesar besar kewajipan dewasa ini ialah menghidup dan mentajdidkan kembali sifat ikhlas dan akhlak di mana cara yang paling baik untuk sampai kepada keduanya ialah cinta dan cara untuk sampai kepada cinta ialah zikir dan pendampingan diri serta bersama dengan hamba hamba Allah yang arif dan soleh"

Beliau menjelaskan lagi:

"Sesungguhnya lilin itu tidak mendapat cahaya kecuali dengan Iilin lain yang sepertinya. Kebenaran dan keikhlasan hanya ada pada orang orang yang ikhlas dan benar."

Seseorang mukmin yang terlalu ingin untuk mencapai keimanan yang sempurna kadangkala bertanya tanya: Apakah tanda tanda mereka yang membawa ubur ini (keikhlasan, keimanan dan keyakinan)?

4.0 Tanda Tanda Seorang Syeikh yang Kamil

Memiliki ilmu sebanyak mungkin yang diperlukan

Menjaga 'aqidah, aman dan akhlak menurut syariat

Tidak tamakkan dunia dan tidak menganggap dirinya telah sempurna kerana itu adalah satu cabang cintakan dunia

la pernah bersama (belajar) dengan seorang lain yang sempurna

Ulama' ulama' dan syeikh semasa yang beramal telah menaruh sangka balk kepadanya (mengiktirafnya).

la disukai oleh golongan khusus dan bijak pandai yang berpegang kepada agama lebih daripada disukai oleh golongan awam

Orang orang yang mengakui taat setia kepadanya, kebanyakan mereka sangat kuat berpegang kepada syarak dan kurang tamak kepada dunia

la bersifat belas kasihan dan berlembut terhadap muridnya semasa mengajar dan memberitahu mereka, bila dia melihat atau mendengar satu satu keburukan yang dilakukan oleh muridnya ia mencela dan menegahnya, bukan memberi sokongan

Orang yang bersahabat dengannya merasai kurangnya cinta kepada dunia dan merasa bertambah cintanya kepada Allah

Dirinya senantiasa sibuk berzikir, kerana tanpa amal dan tanpa keazaman tidak akan mendapat barakah semasa mengajar

Tidak mengharapkan sambutan hebat dan tumpuan orang hasil daripada penyampaiannya. Kerana itu tidak semestinya ia dapat menguasai mereka di mana untuk mendapat perhatian penumpuan orang adalah merupakan peranan jiwa yang dapat ditingkatkan dengan latihan, bukanlah khusus kepada sifat taqwa, kerana orang kafir pun mampu menguasai orang ramai

Menurut al Syeikh al Arif ibnu Ajibah dalam huraiannya terhadap kitab al Hikam al Atiyyah:

Sesiapa yang terdapat padanya lima perkara ini tidaklah sah syeikhnya:

Jahil terhadap agama

Menjatuhkan kehormatan muslimin

Masuk campur pada sesuatu yang tidak ada kena mengena dengannya

Mengikut hawa nafsu dalam semua perkara

Buruk akhlak dengan tidak mengambil kira apa apa

Halus sekali kata kata yang arif Maulana Jalaluddin al Rumi:

"Aku melihat seorang syeikh dengan sebuah lampu berjalan di setiap pelusuk punya tujuan. la berkata: Sudah jemu aku terhadap unta dan binatang melata (berkaki empat) serta insan yang kuingini, apakah tercapai maksud? Kami katakan: Itu mustahil... kerana telah kami cari ... Jawabnya: Yang mustahil itulah menjadi cita citaku"

Sinyal Tubuh Isyaratkan Sesuatu


by Herwin



Anda pasti pernah mengalami kedutan, cegukan, atau telinga berdenging.
Sayangnya, sebagian besar dari anda seringkali mengabaikan tanda-tanda
tubuh tersebut. Padahal menurut Dr. Karen Wolfe, penulis buku “Create
The Body Your Soul Desires”, mengatakan bahwa tubuh yang mengalami
kedutan atau cegukan bisa menjadi pertanda bahwa tubuh anda sedang
mengalami gangguan ringan. Namun meskipun gangguan tersebut tergolong
ringan, tidak berarti anda harus mengabaikannya. Sebab, dengan memahami
sinyal yang diberikan oleh tubuh diharapkan anda dapat lebih peduli
pada tubuh sehingga tubuh menjadi lebih sehat.

Kedutan Pada Kelopak Mata
Gerakan
tak sadar yang diberikan oleh bagian tubuh anda ini menandakan bahwa
tubuh anda kurang beristirahat dan tidur. Bahkan para ahli kesehatan
sepakat, 99% kekejangan pada mata disebabkan karena tubuh anda didera
stress dan lelah yang amat sangat. Tidak ada cara lain yang bisa anda
lakukan untuk menghentikan kedutan pada mata ini selain membiarkan
tubuh dan mata anda untuk beristirahat. Mengompres mata anda dengan air
hangat untuk beberapa saat juga sangat membantu.

Menguap Terus
Menguap
tidak selalu berarti mengantuk. Menguap, juga merupakan sinyal dari
alam bawah sadar anda bahwa tubuh anda kurang bergerak. Misalya, anda
terlalu serius bekerja sehingga menghabiskan lebih dari 5 jam duduk di
depan komputer. Terlalu banyak menguap bisa juga berarti bahwa oksien
di dalam otak anda sedang menurun jumlahnya. Hati-hati, kondisi ini
bisa menurunkan tingkat kewaspadaan serta konsentrasi anda terhadap
pekerjaan dan lingkungan di sekitar anda.

Cegukan
Anda
cegukan padahal anda tidak sedang makan apapun. Kondisi ini menjadi
sinyal bahwa tubuh anda sedang mengalami stress. Hal ini karena cegukan
melepaskan hormon stress ke dalam aliran darah, kemudian merangsang
serat syaraf secara berlebihan. Akibatnya, terjadi kontraksi otot tak
sadar yang terletak di dekat pita suara hingga menimbulkan bunyi. Cara
termudah untuk meredakan cegukan anda adalah dengan cara menelan
sedikit gula pasir. Butiran gula pasir akan menstimulir ujung saraf di
balik kerongkongan sehingga menghambat impuls syaraf lainnya, sehingga
cegukan pun reda.

Kaki Kram
Apakah anda
sering mengalami kaki kram secara intens setiap malam? Kram kaki
merupakan sinyal tubuh yang mengisyaratkan bahwa tubuh anda sedang
mengalami dehidrasi, kekurangan kalsium dan magnesium. Untuk
mengatasinya, minumlah air putih lebih banyak dari biasanya. Susu
kalsium juga sangat disarankan.
Sumber: JDC




___________________________________________________________________________
Nama baru untuk Anda!
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail.
Cepat sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/

[KBMSB] isyarat tubuh Chandra liembonx

www.AsepHilman.com: Kematian saat dosa menggunung

www.AsepHilman.com: Kematian saat dosa menggunung

Tafsir Surat Al Fatihah

by abuamincepu pada Maret 4, 2009

Para pembaca yang dirahmati Allah suhanahu wata’ala, setiap hari umat Islam menjalankan ritual shalat yang merupakan salah satu bentuk peribadahan kepada Allah suhanahu wata’ala. Setiap kita melaksanakan shalat, kita diperintah untuk membaca surat Al Fatihah sebagai salah satu rukun shalat. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَصَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

“Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al Fatihah)”. (HR. Abu Dawud no. 297 dan At Tirmidzi no. 230 dari shahabat Abu Hurairah dan ‘Aisyah)
Surat ini termasuk deretan surat Makkiyah (yang turun sebelum hijrah) dan terdiri dari tujuh ayat.

Nama Lain Surat Al Fatihah
Surat Al Fatihah memiliki banyak nama. Di antaranya; Fatihatul Kitab (pembuka kitab/Al Qur’an). Karena Al Qur’an, secara penulisan dibuka dengan surat ini. Demikian pula dalam shalat, Al Fatihah sebagai pembuka dari surat-surat lainnya.
Al Fatihah dikenal juga dengan sebutan As Sab’ul Matsani (tujuh yang diulang-ulang). Disebabkan surat ini dibaca berulang-ulang pada setiap raka’at dalam shalat.
Dinamakan juga dengan Ummul Kitab. Karena di dalamnya mencakup pokok-pokok Al Quran, seperti aqidah dan ibadah.

Keutamaan surat Al Fatihah
Surat Al Fatihah memiliki berbagai macam keutamaan dan keistimewaan dibanding dengan surat-surat yang lain. Di antaranya adalah;
Al Fatihah merupakan surat yang paling agung. Al Imam Al Bukhari meriwayatkan dari shahabat Abu Sa’id Al Mu’alla, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda (artinya):
“Sungguh aku akan ajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam Al Quran sebelum engkau keluar dari masjid? Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memegang tanganku. Disaat Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam hendak keluar dari masjid, aku bertanya: “Ya Rasulullah! Bukankah engkau akan mengajariku tentang surat yang paling agung dalam Al Quran? Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata: Ya (yaitu surat)

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Ia adalah As Sab’u Al Matsani dan Al Qur’anul ‘Azhim (Al Qur’an yang Agung) yang diwahyukan kepadaku.” (HR. Al Bukhari no. 4474)

Al Fatihah merupakan surat istimewa yang tidak ada pada kitab-kitab terdahulu selain Al Qur’an. Dari shahabat Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya: “Maukah engkau aku beritahukan sebuah surat yang tidak ada dalam kitab Taurat, Injil, Zabur, dan demikian pula tidak ada dalam Al Furqan (Al Qur’an) surat yang semisalnya? Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memberitakan surat itu adalah Al Fatihah”. (HR. At Tirmidzi no. 2800)
Al Fatihah sebagai obat dengan izin Allah suhanahu wata’ala. Al Imam Al Bukhari meriiwayatkan dari shahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu tentang kisah kepala kampung yang tersengat kalajengking. Lalu beberapa shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam meruqyahnya dengan membacakan surat Al Fatihah kepadanya. Dengan sebab itu Allah suhanahu wata’ala menyembuhkan penyakit kepala kampung itu.
Terkait dengan shalat sebagai rukun Islam yang kedua, Al Fatihah merupakan unsur terpenting dalam ibadah itu. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَلَّى وَلَمْ يَقْرَأْ فِيْهَا أُمَّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ – ثَلاَثاً – غَيْرُ تَمَامٍ

“Barang siapa shalat dalam keadaan tidak membaca Al Fatihah, maka shalatnya cacat (Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengulanginya sampai tiga kali) tidak sempurna.” (HR. Muslim no. 395, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Bahkan membaca Al Fatihah termasuk rukun dalam shalat, sebagaimana riwayat diatas.

Tafsir Surat Al Fatihah
Pembaca yang dirahmati Allah suhanahu wata’ala, berikut ini merupakan ringkasan tafsir dari surat Al Fatihah:

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

“Segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin.”
Segala pujian beserta sifat-sifat yang tinggi dan sempurna hanyalah milik Allah suhanahu wata’ala semata. Tiada siapa pun yang berhak mendapat pujian yang sempurna kecuali Allah suhanahu wata’ala. Karena Dia-lah Penguasa dan Pengatur segala sesuatu yang ada di alam ini. Dia-lah Sang Penguasa Tunggal, tiada sesuatu apa pun yang berserikat dengan kuasa-Nya dan tiada sesuatu apa pun yang luput dari kuasa-Nya pula. Dia-lah Sang Pengatur Tunggal, yang mengatur segala apa yang di alam ini hingga nampak teratur, rapi dan serasi. Bila ada yang mengatur selain Allah suhanahu wata’ala, niscaya bumi, langit dan seluruh alam ini akan hancur berantakan. Dia pula adalah Sang Pemberi rezeki, yang mengaruniakan nikmat yang tiada tara dan rahmat yang melimpah ruah. Tiada seorang pun yang sanggup menghitung nitmat yang diperolehnya. Disisi lain, ia pun tidak akan sanggup membalasnya. Amalan dan syukurnya belum sebanding dengan nikmat yang Allah suhanahu wata’ala curahkan kepadanya. Sehingga hanya Allah suhanahu wata’ala yang paling berhak mendapatkan segala pujian yang sempurna.

الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang.”
Ar Rahman dan Ar Rahim adalah Dua nama dan sekaligus sifat bagi Allah suhanahu wata’ala, yang berasal dari kata Ar Rahmah. Makna Ar Rahman lebih luas daripada Ar Rahim. Ar Rahman mengandung makna bahwa Allah suhanahu wata’ala mencurahkan rahmat-Nya kepada seluruh makhluk-Nya, baik yang beriman atau pun yang kafir. Sedangkan Ar Rahim, maka Allah suhanahu wata’ala mengkhususkan rahmat-Nya bagi kaum mukminin saja. Sebagaimana firman Allah suhanahu wata’ala: “Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”. (Al Ahzab: 43)

مَالِكِ يِوْمِ الدِّيْنِ

“Yang menguasai hari kiamat.”
Para ‘ulama ahli tafsir telah menafsirkan makna Ad Din dari ayat diatas adalah hari perhitungan dan pembalasan pada hari kiamat nanti.
Umur, untuk apa digunakan? Masa muda, untuk apa dihabiskan? Harta, dari mana dan untuk apa dibelanjakan? Tiada seorang pun yang lepas dan lari dari perhitungan amal perbuatan yang ia lakukan di dunia. Allah suhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? (Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah”. (Al Infithar: 17-19)

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنَ

“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolonga.”
Secara kaidah etimologi (bahasa) Arab, ayat ini terdapat uslub (kaidah) yang berfungsi memberikan penekanan dan penegasan. Yaitu bahwa tiada yang berhak diibadahi dan dimintai pertolongan kecuali hanya Allah suhanahu wata’ala semata. Sesembahan-sesembahan selain Allah itu adalah batil. Maka sembahlah Allah suhanahu wata’ala semata.

Sementara itu, disebutkan permohonan tolong kepada Allah setelah perkara ibadah, menunjukkan bahwa hamba itu sangat butuh kepada pertolongan Allah suhanahu wata’ala untuk mewujudkan ibadah-ibadah yang murni kepada-Nya.
Selain itu pula, bahwa tiada daya dan upaya melainkan dari Allah suhanahu wata’ala. Maka mohonlah pertolongan itu hanya kepada Allah suhanahu wata’ala. Tidak pantas bertawakkal dan bersandar kepada selain Allah suhanahu wata’ala, karena segala perkara berada di tangan-Nya. Hal ini sebagaimana firman Allah suhanahu wata’ala (artinya):
“Maka sembahlah Dia dan bertawakkallah kepada-Nya”. (Hud: 123)

اهْدِنَا الصَّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ

“Tunjukkanlah kami ke jalanmu yang lurus.”
Yaitu jalan yang terang yang mengantarkan kepada-Mu dan jannah (surga)-Mu berupa pengetahuan (ilmu) tentang jalan kebenaran dan kemudahan untuk beramal dengannya.

Al Imam Ahmad dalam Musnadnya meriwayatkan dari shahabat An Nawas bin Sam’an radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah memberikan permisalan ash shirathul mustaqim (jembatan yang lurus), diantara dua sisinya terdapat dua tembok. Masing-masing memiliki pintu-pintu yang terbuka, dan di atas pintu-pintu tersebut terdapat tirai-tirai tipis dan di atas pintu shirath terdapat seorang penyeru yang berkata: “Wahai sekalian manusia masuklah kalian seluruhnya ke dalam as shirath dan janganlah kalian menyimpang. Dan ada seorang penyeru yang menyeru dari dalam ash shirath, bila ada seseorang ingin membuka salah satu dari pintu-pintu tersebut maka penyeru itu berkata: “Celaka engkau, jangan engkau membukanya, karena jika engkau membukanya, engkau akan terjungkal kedalamnya. Maka ash shirath adalah Al Islam, dua tembok adalah aturan-aturan Allah, pintu-pintu yang terbuka adalah larangan-larangan Allah. Penyeru yang berada di atas ash shirath adalah Kitabullah (Al Qur’an), dan penyeru yang berada didalam ash shirath adalah peringatan Allah bagi hati-hati kaum muslimin”.

صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

“Yaitu jalannya orang-orang yang engkau beri kenikmatan.”
Siapakah mereka itu? Meraka adalah sebagaimana yang dalam firman Allah suhanahu wata’ala: “Dan barang siapa yang menta’ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah sebaik-baik teman. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah dan Allah cukup mengetahui”. (An Nisaa’: 69-70

غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِيْنَ

“Dan bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.”
Orang-orang yang dimurkai Allah suhanahu wata’ala adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran akan tetapi enggan mengamalkannya. Mereka itu adalah kaum Yahudi. Allah suhanahu wata’ala berfirman berkenaan dengan keadaan mereka (artinya):
“Katakanlah Wahai Muhammad: Maukah Aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai oleh Allah”. (Al Ma’idah: 60)

Adapun jalan orang-orang yang sesat adalah bersemangat untuk beramal dan beribadah, tapi bukan dengan ilmu. Akhirnya mereka sesat disebabkan kebodohan mereka. Seperti halnya kaum Nashara. Allah suhanahu wata’ala memberitakan tentang keadaan mereka:
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”. (Al Ma’idah: 77)

At Ta’min
Pembaca yang dirahmati Allah suhanahu wata’ala, At Ta’min adalah kalimat “Amin” yang diucapkan setelah selesai membaca Al Fatihah dalam shalat dan bukan merupakan bagian dari surat tersebut, yang mempunyai arti “Ya Allah kabulkanlah do’a kami”.
Diriwayatkan dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ketika membaca:

غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِيْنَ

maka Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan Amin sampai orang-orang yang di belakangnya dari shaf pertama mendengar suaranya. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Barang siapa yang ta’minnya bersamaan dengan ta’min malaikat, maka Allah suhanahu wata’ala menjanjikan ampunan bagi dia. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika imam mengucapkan amin maka ikutilah, karena barang siapa yang ta’minnya bersamaan dengan ta’min malaikat, niscaya ia diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (Muttafaqun alaih)

Kandungan surat Al Fatihah
Pembaca yang dirahmati Allah suhanahu wata’ala, surat ini memiliki kandungan faidah yang banyak dan agung, berikut ini beberapa di antaranya yang dapat kami sebutkan:

1. Surat ini terkandung di dalamnya tiga macam tauhid:
• Tauhid Rububiyyah, yaitu beriman bahwa hanya Allah suhanahu wata’ala yang menciptakan, mengatur dan memberi rizqi, sebagaimana yang terkandung di dalam penggalan ayat: “Rabbul ‘alamin “.
• Tauhid Asma’ wa Shifat, yaitu beriman bahwa Allah suhanahu wata’ala mempunyai nama-nama serta sifat-sifat yang mulia dan sesuai dengan keagungan-Nya. Diantaranya Ar Rahman dan Ar Rahim.
• Tauhid Uluhiyyah, yaitu beriman bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah suhanahu wata’ala semata. Adapun sesembahan selain Allah suhanahu wata’ala adalah batil. Diambil dari penggalan ayat: “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan memohon pertolongan”.

2. Penetapan adanya hari kiamat dan hari pembalasan, sebagaimana potongan ayat: “Penguasa hari pembalasan”.

3. Perintah untuk menempuh jalan orang-orang yang shalih.

4. Peringatan dan ancaman dari enggan untuk mengamalkan ilmu yang telah diketahui. Karena hal ini mendatangkan murka Allah suhanahu wata’ala. Demikian pula, hendaklah kita berilmu sebelum berkata dan beramal. karena kebodohan akan mengantarkan pada jalan kesesatan.

Penutup
Demikianlah ringkasan dari tafsir surat Al Fatihah. Semoga dapat mengantarkan kita kepada pemahaman yang benar di dalam menempuh agama yang diridhai oleh Allah suhanahu wata’ala ini. Amin, Ya Rabbal ‘Alamin. Sumber: Salafy.org

Sifat Wujud Allah.swt - Bukti Jika Allah.swt Itu Ada

oleh Abinya Azka
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh....
Bismillahirrahmaanirrahiim....

Allah itu Wujud (ada). Tidak mungkin/mustahil Allah itu ‘Adam (tidak ada).
Memang sulit membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Tapi jika kita melihat pesawat terbang, mobil, TV, dan lain-lain, sangat tidak masuk akal jika kita berkata semua itu terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pembuatnya.


Jika benda-benda yang sederhana seperti korek api saja ada pembuatnya, apalagi dunia yang jauh lebih komplek.

Bumi yang sekarang didiami oleh sekitar 8 milyar manusia, keliling lingkarannya sekitar 40 ribu kilometer panjangnya. Matahari, keliling lingkarannya sekitar 4,3 juta kilometer panjangnya. Matahari, dan 8 planetnya yang tergabung dalam Sistem Tata Surya, tergabung dalam galaksi Bima Sakti yang panjangnya sekitar 100 ribu tahun cahaya (kecepatan cahaya=300 ribu kilometer/detik! ) bersama sekitar 100 milyar bintang lainnya. Galaksi Bima Sakti, hanyalah 1 galaksi di antara ribuan galaksi lainnya yang tergabung dalam 1 “Cluster”. Cluster ini bersama ribuan Cluster lainnya membentuk 1 Super Cluster. Sementara ribuan Super Cluster ini akhirnya membentuk “Jagad Raya” (Universe) yang bentangannya sejauh 30 Milyar Tahun Cahaya!

Harap diingat, angka 30 Milyar Tahun Cahaya baru angka estimasi saat ini, karena jarak pandang teleskop tercanggih baru sampai 15 Milyar Tahun Cahaya.

Bayangkan, jika jarak bumi dengan matahari yang 150 juta kilometer ditempuh oleh cahaya hanya dalam 8 menit, maka seluruh Jagad Raya baru bisa ditempuh selama 30 milyar tahun cahaya. Itulah kebesaran ciptaan Allah! Jika kita yakin akan kebesaran ciptaan Tuhan, maka hendaknya kita lebih meyakini lagi kebesaran penciptanya.

Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit, bintang, matahari, bulan, dan lain-lain:

“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” [Al Furqoon:61]

Karena kita tidak bisa melihat Tuhan, bukan berarti Tuhan itu tidak ada. Tuhan ada. Meski kita tidak bisa melihatNya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya.” Pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada hanya karena panca indera manusia tidak bisa mengetahui keberadaan Tuhan adalah pernyataan yang keliru.

Berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, tapi pada kenyataannya benda itu ada?

Betapa banyak benda langit yang jaraknya milyaran, bahkan mungkin trilyunan cahaya yang tidak pernah dilihat manusia, tapi benda itu sebenarnya ada?

Berapa banyak zakat berukuran molekul, bahkan nukleus (rambut dibelah 1 juta), sehingga manusia tak bisa melihatnya, ternyata benda itu ada? (manusia baru bisa melihatnya jika meletakkan benda tersebut di bawah mikroskop yang amat kuat).

Berapa banyak gelombang (entah radio, elektromagnetik. Listrik, dan lain-lain) yang tak bisa dilihat, tapi ternyata hal itu ada?

Benda itu ada, tapi panca indera manusia lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya.

Kemampuan manusia untuk melihat warna hanya terbatas pada beberapa frekuensi tertentu, demikian pula suara. Terkadang sinar yang amat menyilaukan bukan saja tak dapat dilihat, tapi dapat membutakan manusia. Demikian pula suara dengan frekuensi dan kekerasan tertentu selain ada yang tak bisa didengar juga ada yang mampu menghancurkan pendengaran manusia. Jika untuk mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan, apalagi untuk mengetahui keberadaan Sang Maha Pencipta!

Ada jutaan orang yang mengatur lalu lintas jalan raya, laut, dan udara. Mercusuar sebagai penunjuk arah di bangun, demikian pula lampu merah dan radar. Menara kontrol bandara mengatur lalu lintas laut dan udara. Sementara tiap kendaraan ada pengemudinya. Bahkan untuk pesawat terbang ada Pilot dan Co-pilot, sementara di kapal laut ada Kapten, juru mudi, dan lain-lain. Toh, ribuan kecelakaan selalu terjadi di darat, laut, dan udara. Meski ada yang mengatur, tetap terjadi kecelakaan lalu lintas.

Sebaliknya, bumi, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain selalu beredar selama milyaran tahun lebih (umur bumi diperkirakan sekitar 4,5 milyar tahun) tanpa ada tabrakan. Selama milyaran tahun, tidak pernah bumi menabrak bulan, atau bulan menabrak matahari. Padahal tidak ada rambu-rambu jalan, polisi, atau pun pilot yang mengendarai. Tanpa ada Tuhan yang Maha Mengatur, tidak mungkin semua itu terjadi. Semua itu terjadi karena adanya Tuhan yang Maha Pengatur. Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan (orbit) bagi masing-masing benda tersebut. Jika kita sungguh-sungguh memikirkan hal ini, tentu kita yakin bahwa Tuhan itu ada.

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” [Yunus:5]

“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” [Yaa Siin:40]

Sungguhnya orang-orang yang memikirkan alam, insya Allah akan yakin bahwa Tuhan itu ada:

“Allah lah Yang meninggi-kan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia berse-mayam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya) , menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) , supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.” [Ar Ra’d:2]

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” [Ali Imron:191]

Semoga semua artikel dan eBook di blog "Artikel Islami - Free Download Ebook Islami" bermanfaat untuk kita semua. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh....[]

Jangan lupa komentar anda di artikel : Sifat Wujud Allah.swt - Bukti Jika Allah.swt Itu Ada
Wallahu'alam bissowab, Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh...

BAB TAYAMUM

Definisi Tayamum
Menurut asal kata, tayammum berarti al-qashdu yaitu bermaksud. Sedangkan menurut istilah Syar’i, berarti Penggunaan tanah untuk bersuci dari hadats kecil ataupun besar. Caranya dengan menepuk-nepuk kedua tapak tangan ke atas tanah lalu diusapkan ke wajah dan kedua tangan dengan niat untuk bersuci dari hadats.
Tayammum berfungsi sebagai pengganti wudhu` dan mandi janabah sekaligus.

II. Dalil Tayamum

Dalil Al-Quran

“ Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik ; sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun.” (QS. An-Nisa : 43)

Dalil Sunnah

“…Dan dijadikan tanah bagi kita sebagai media pensuci, jika tidak terdapat air.” ( HR. Muslim)

II. Hal-hal Yang Membolehkan Tayammum

1. Tidak Ada Air
Ketidak adaan air untuk berwudhu atau mandi, seseorang bisa melakukan tayammum dengan tanah. Namun ketiadaan air itu harus dipastikan terlebih dahulu dengan cara mengusahakannya. Baik dengan cara mencarinya termasuk membelinya.
Sebagaimana yang telah dibahas pada bab air, ada banyak jenis air yang bisa digunakan untuk bersuci termasuk air hujan, embun, es, mata air, air laut, air sungai dan lainnya. Termasuk dalam kategori mencari ini adalah air mineral dan dengan demikian tayammum disini memang jarang bisa dilakukan di kota-kota besar.
Bila sudah diusahakan dengan berbagai cara untuk mendapatkan semua jenis air itu namun tetap tidak berhasil, barulah dibolehkan bertayammum.
Dalil yang membolehkannya yaitu:

Dari Imran bin Hushain ra berkata bahwa kami pernah bersama Rasulullah Saw dalam sebuah perjalanan. Belaiu lalu shalat bersama orang-orang. Tiba-tiba ada seorang yang memencilkan diri (tidak ikut shalat). Beliau bertanya,"Apa yang menghalangimu shalat ?". Orang itu menjawab,"Aku terkena janabah". Beliau menjawab,"Gunakanlah tanah untuk tayammum dan itu sudah cukup". (HR. Bukhari Muslim)

Bahkan ada sebuah hadits yang menyatakan selama tidak mendapatkan air, selama itu pula dia boleh bertayammum, meskipun dalam jangka waktu yang lama:.

Dari Abu Dzar bahwa Rasulullah Saw bersabda,"Tanah itu mensucikan bagi orang yang tidak mendapatkan air meski selama 10 tahun". (HR. Abu Daud, Tirmizi, Nasa`i, Ahmad).


2. Karena Sakit
Baik sakit dalam bentuk luka atau pun jenis penyakit lainnya, karena ditakutnya akan semakin parah sakitnya atau terlambat kesembuhannya disebabkan air. Baik atas dasar pengalaman pribadi maupun atas advis dari dokter atau ahli dalam masalah penyakit itu. Maka pada saat itu boleh baginya untuk bertayammum.
Dalilnya adalah hadits Rasulullah Saw berikut ini :

Dari Jabir ra berkata,"Kami dalam perjalanan, tiba-tiba salah seorang dari kami tertimpa batu dan pecah kepalanya. Namun (ketika tidur) dia mimpi basah. Lalu dia bertanya kepada temannya,"Apakah kalian membolehkan aku bertayammum ?". Teman-temannya menjawab,"Kami tidak menemukan keringanan bagimu untuk bertayammum. Sebab kamu bisa mendapatkan air". Lalu mandilah orang itu dan kemudian mati (akibat mandi). Ketika kami sampai kepada Rasulullah SAW dan menceritakan hal itu, bersabdalah beliau,"Mereka telah membunuhnya, semoga Allah memerangi mereka. Mengapa tidak bertanya bila tidak tahu ? Sesungguhnya obat kebodohan itu adalah bertanya. Cukuplah baginya untuk tayammum.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majag, Daruquthuni dan disahihkan oleh Ibnu Sakan).

3. Suhu Yang Sangat Dingin
Dalam kondisi suhu dingin, maka berwudhu ini terkadang mendatangkan mudharat . Memang air bisa menjadi panas jika dihangatkan dengan alat pemanas. Namun tidak semuanya memiliki alatnya. Dalam keadaan ini tayammum diperbolehkan. Tentu saja dingin disini bukan dingin seperti seseorang yang di daerah panas misalnya dari Jakarta kemudian pergi ke daerah puncak yang berhawa sejuk bahkan dingin di pagi hari. Hal ini belum diperbolehkan tayamum, karena rasa dingin hanya dirasakan pribadi dan bukan menurut semua orang.
Dalilnya adalah taqrir Rasulullah Saw saat peristiwa beliau melihat suatu hal dan mendiamkan, tidak menyalahkannya.

Dari Amru bin Ash ra bahwa ketika beliau diutus pada perang Dzatus Salasil berakta,"Aku mimpi basah pada malam yang sangat dingin. Aku yakin sekali bila mandi pastilah celaka. Maka aku bertayammum dan shalat shubuh mengimami teman-temanku. Ketika kami tiba kepada Rasulullah Saw, mereka menanyakan hal itu kepada beliau. Lalu beliau bertanya,"Wahai Amr, Apakah kamu mengimami shalat dalam keadaan junub ?". Aku menjawab,"Aku ingat firman Allah [Janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih kepadamu], maka aku tayammum dan shalat". (Mendengar itu) Rasulullah Saw tertawa dan tidak berkata apa-apa. (HR. Ahmad, Al-hakim, Ibnu Hibban dan Daruquthuni).

4. Karena Sulit Mendapatkannya
Kondisi ini bukan tidak ada air tapi tidak bisa terjangkau atau ada hal lain yang lebih besar bahaya nya. Misalnya takut bila mencari air, takut barang-barangnya hilang, atau kehilangan nyawa seperti air di dalam jurang yang dalam yang harus diambil dengan menurunin tebing terjal. Ataupun bila ada musuh ataupu hewan buas yang menghalangi antara dirinya dengan air. Ataupun ada sumur namun tidak ada lat timbanya atau seorang tawanan yang tidak diberi air untuk wudhu.

5. Karena Air Tidak Cukup
Kondisi ini tidak berarti ada air, namun ada air tapi hanya cukup untuk diminun atau untuk keperluan lainnya. Seperti misalnya dalam pesawat, kereta api atau kapal laut, Bahkan para ulama mengatakan meski untuk memberi minum seekor binatang yang kehausan, maka harus didahulukan memberi minumnya dan tidak perlu wudhu dan cukup bertayamum saja. Bahkan ketika melihat seekor anjing sekalipun yang sedang kehausan boleh bertayamum sedang air yang ada diberikan kepada anjing itu.

6. Karena Takut Habis Waktu
Ketika waktu shalat habis, meskipun air ada tersedia, namun jika berwudhu ditakutkan waktu shalat habis, maka boleh bertayamun.

III. Tanah Untuk Tayammum
Tanah yang digunakan untuk tayamum adalah tanah atau debu yang suci dari najis. Tanah disini berarti yang sejenis dengannya seperti batu, pasir, debu atau kerikil. Sebab di dalam Al-Quran disebutkan dengan istilah sha`idan thayyiba yang artinya disepakati ulama sebagai apapun yang menjadi permukaan bumi, baik tanah atau sejenisnya. Termasuk tayamum disini adalah menepukan tangannya ke dinding, atau apapun yang suci dan terdapat unsure debu yang menempel:

“Bahwa Nabi Saw menepukan kedua telapak tangan beliau ke dinding..” (HR Abu Daud)

IV. Cara Bertayammum
Cara tayammum amat sederhana. Cukup dengan niat, lalu menepukkan kedua tapak tangan ke tanah yang suci dari najis. Lalu diusapkan ke wajah dan kedua tangan sampai batas pergelangan. Selesailah rangkaian tayammum. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw ketika Ammar bertanya tentang itu.

Dari Ammar ra berkata,"Aku mendapat janabah dan tidak menemukan air. Maka aku bergulingan di tanah dan shalat. Aku ceritakan hal itu kepada Nabi SAW dan beliau bersabda,"Cukup bagimu seperti ini : lalu beliau menepuk tanah dengan kedua tapak tangannya lalu meniupnya lalu diusapkan ke wajah dan kedua tapak tangannya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadist lain disebutkan :

Cukup bagimu untuk menepuk tanah lalu kamu tiup dan usapkan keduanya ke wajah dan kedua tapak tanganmu hingga pergelangan. (HR. Daruquthuni)

V. Yang Membatalkan Tayammum
1. Segala yang membatalkan wudhu juga membatalkan tayammum. Sebab tayammum adalah pengganti wudhu`.
2. Bila ditemukan air, maka tayammum dengan otomatis menjadi gugur.
3. Bila halangan untuk mendapatkan air sudah tidak ada, maka gugur tayammum.
Bila seseorang bertayammum lalu shalat dan telah selesai dari shalatnya, tiba-tiba dia mendapatkan air dan waktu shalat masih ada. Apa yang harus dilakukannya ? Para ulama mengatakan bahwa tayammum dan shalatnya itu sah dan tidak perlu mengulangi shalat. Sebab tayammum pada saat itu memang benar, karena tidak ada air. Bila shalat nya diulangi lagi ketika menemukan air hal ini dibenarkan juga karena tidak larangan untuk melakukannya lagi. Kasus itu pernah terjadi pada masa Rasulullah Saw.

Dari Atha' bin Yasar dari Abi Said al-Khudhri ra berkata bahwa ada dua orang bepergian dan mendapatkan waktu shalat tapi tidak mendapatkan air. Maka keduanya bertayammum dengan tanah yang suci dan shalat. Selesai shalat keduanya menemukan air. Maka seorang diantaranya berwudhu dan mengulangi shalat, sedangkan yang satunya tidak. Kemudian keduanya datang kepada Rasulullah Saw dan menceritakan masalah mereka. Maka Rasulullah SAW berkata kepada yang tidak mengulangi shalat,"Kamu sudah sesuai dengan sunnah dan shalatmu telah memberimu pahala". Dan kepada yang mengulangi shalat,"Untukmu dua pahala". (HR. Abu Daud dan an-Nasa`i)

TATA CARA TAYAMUM

Untuk Lebih jelasnya silahkan lihat peragaan Tayamum di link ini:
http://www.youtube.com/watch?v=aVbKh9K9QG8&feature=related

Semoga Bermanfaat

Kang Ackmanz

LINK TULISAN SEBELUMNYA:
Fikih Untuk Kita Semua:
http://www.facebook.com/notes/belajar-fikih/fikih-untuk-kita-semua-bagi/222843645044
1. PEMBAGIAAN BAHASAN FIKIH:
http://www.facebook.com/pages/Belajar-Fikih/118899250309?created#/notes/belajar-fikih/pembagian-bahasan-fikih/220127300044
2. HUKUM YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERALATAN MAKAN MINUM;
http://www.facebook.com/pages/Belajar-Fikih/118899250309?created#/notes/belajar-fikih/hukum-yang-berhubungan-dengan-peralatan-makan-minum/220672160044
3. Zat-Zat Najis (Bagian I):
http://www.facebook.com/pages/Belajar-Fikih/118899250309?created#/notes/belajar-fikih/zat-zat-najis-bagian-i/224198780044
4. ZAT-ZAT NAJIS (BAG.II):
http://www.facebook.com/pages/Belajar-Fikih/118899250309?created#/notes/belajar-fikih/zat-zat-najis-bag-ii/227615975044
5. ETIKA BUANG AIR:
http://www.facebook.com/pages/Belajar-Fikih/118899250309?created#/notes/belajar-fikih/etika-buang-air/231947095044
6. Bab Sunnah Tentang Kebiasaan (Fitrah) Seorang Muslim:
http://www.facebook.com/pages/Belajar-Fikih/118899250309?created#/notes/belajar-fikih/bab-sunnah-tentang-kebiasaan-fitrah-seorang-muslim/302529865044
7. Tata Cara Berwudhu (Bag. I):
http://www.facebook.com/pages/Belajar-Fikih/118899250309?created#/notes/belajar-fikih/tata-cara-berwudhu-bag-i/309175895044
8. Sunnah-Sunnah Wudhu (Bag. II Selesai):
http://ww.facebook.com/pages/Belajar-Fikih/118899250309?created#/notes/belajar-fikih/sunnah-sunnah-wudhu-bag-ii-selesai/314476630044
9. Nawaqidul Wudhu (Yang Membatalkan Wudhu):
http://www.facebook.com/pages/Belajar-Fikih/118899250309?created#/notes/belajar-fikih/nawaqidul-wudhu-yang-membatalkan-wudhu/321740425044




Bacaan Sujud Tilawah, Sujud Sahwi, & Sujud Syukur

SUJUD TILAWAH
Sujud tilawah yaitu sujud karena membaca atau mendengar ayat-ayat Al-Qur'an tertentu, yakni yang dinamakan ayat-ayat sajadah. Bacaan sujud tilawah:

سَجَدَ وَجْهِى لِلَّذِى خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ تَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

“Sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu. Tabarakallahu ahsanul kholiqiin.”

Artinya:
"Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-baik Pencipta."


SUJUD SAHWI
Sujud sahwi yaitu sujud yang dilakukan orang yang shalat, sebanyak dua kali untuk menutup kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan shalat, baik kekurangan raka'at, kelebihan raka'at, atau karena ragu-ragu yang disebabkan karena lupa. Bacaan sujud sahwi:

سبحان الذي لا ينام ولا يسهو

"Subhaa nalladzi laa yanaa mu wa laa yas hu"

Artinya:
“Maha Suci Allah yang tidak tidur dan tidak lupa.”

SUJUD SYUKUR
Sujud syukur yaitu sujud yang dilakukan karena kita menerima kenikmatan atau mendengar berita yang menggembirakan. Bacaan sujud syukur:

سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَّ اَنْتَ رَبِّي حَقَّا حَقَّا، سَجَدْتُ لَكَ يَارَبِّ تَعَبُّدًا وَرِقًّا. اَللَّهُمَّ اِنَّ عَمَلِي ضَعِيْفٌ فَضَاعِفْ لِي.
اَللَّهُمَّ قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تُبْعَثُ عِبَادُكَ وَتُبْ عَلَيَّ اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

"Subhânakallâhumma Anta Rabbî haq-qan haqqâ, sajadtu laka yâ Rabbî ta-’abbudan wa riqqâ. Allâhumma inna ‘amalî dha’îfun fadha’i lî. Allâhumma qinî ‘adzâbaka yawma tub’atsu ‘ibâduka wa tub ‘alayya innaka Antat tawwâbur Rahîm."

Artinya:
"Maha Suci Engkau. Ya Allah, Engkaulah Tuhaku yang sebenarnya, aku sujud kepada-Mu ya Rabbi sebagai pengabdian dan penghambaan. Ya Allah, sungguh amalku lemah, maka lipat gandakan pahalanya bagiku. Ya Allah, selamatkan aku dari siksa-Mu pada hari hamba-hamba-Mu dibangkitkan, terimalah taubatku, sesunguhnya Engkau Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang."


Dikumpulkan dari berbagai sumber
Diposkan oleh Ahdoy19 di 2/24/2010 08:42:00 PM
Reaksi:
Label: ISLAM, PENGETAHUAN, TUGAS 7

www.AsepHilman.com: Kematian saat dosa menggunung

www.AsepHilman.com: Kematian saat dosa menggunung

www.AsepHilman.com: Kematian saat dosa menggunung

www.AsepHilman.com: Kematian saat dosa menggunung

ILMU DAN KEUTAMAANNYA

Kebodohan adalah salah satu sebab utama seseorang terjerumus ke dalam kemaksiatan dan kefasikan, bahkan ke dalam kemusyrikan atau kekafiran.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Kebaikan anak Adam adalah dengan iman dan amal shalih, dan tidaklah mengeluarkan mereka dari kebaikan, kecuali dua perkara:
Pertama: Kebodohan, kebalikan dari ilmu, sehingga orang-orangnya akan menjadi sesat.
Kedua: Mengikuti hawa-nafsu dan syahwat, yang keduanya ada di dalam jiwa. Sehingga orang-orang akan mengikuti hawa-nafsu dan dimurkai (oleh Allah)”. (Majmu’ Fatawa 15/242)
Demikian juga orang-orang yang beribadah kepada Allah dengan kebodohan, maka sesungguhnya mereka lebih banyak merusak daripada membangun! Sebagaimana dikatakan oleh sebagian Salafush Shalih:
مَنْ عَبَدَ اللهَ بِجَهْلٍ , أَفْسَدَ أَكْثَرَ مِماَّ يُصْلِحُ
Barangsiapa beribadah kepada Allah dengan kebodohan, dia telah membuat kerusakan lebih banyak daripada membuat kebaikan. (Majmu’ Fatawa 25/281)
KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU
Oleh karena bahaya penyakit kebodohan yang begitu besar, maka agama memberikan resep obat untuk menghilangkan penyakit tersebut. Yaitu mewajibkan para pemeluknya untuk menuntut ilmu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim. [HR. Ibnu Majah, no:224, dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani di dalam Shahih Ibni Majah]
Demikian juga Alloh Ta’ala memerintahkan kepada umat untuk bertanya kepada ulama mereka. Firman Alloh:
فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. 21:7)
YANG DIMAKSUD DENGAN ILMU
Yang dimaksudkan ilmu di sini adalah ilmu syar’i, ilmu yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya, dan diwariskan kepada para ulama pewaris para Nabi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Barangsiapa meniti satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya –dengan hal itu- Allah jalankan dia di atas jalan di antara jalan-jalan sorga. Dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap thalibul ilmi (pencari ilmu agama). Dan sesungguhnya seorang ‘alim itu dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi, dan oleh ikan-ikan di dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan seorang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama daripada seluruh bintang-bintang. Dan sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu. Baramngsiapa yang mengambilnya maka dia telah mengambil bagian yang banyak. [HR. Abu Dawud no:3641, dan ini lafazhnya; Tirmidzi no:3641; Ibnu Majah no: 223; Ahmad 4/196; Darimi no: 1/98. Dihasankan Syeikh Salim Al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin 2/470, hadits no: 1388]
Marilah kita perhatikan hadits yang agung ini. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan keutamaan menuntut ilmu pada awal kalimat, dan keutamaan ‘alim (orang yang berilmu) pada pertengahan kalimat, lalu pada akhir kalimat beliau n menjelaskan bahwa ilmu yang dimaksudkan adalah ilmu yang diwariskan para Nabi, yaitu ilmu agama yang haq!
Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Telah diketahui bahwa ilmu yang diwariskan oleh para Nabi adalah ilmu syari’at Allah ‘Azza wa Jalla, bukan lainnya. Sehinga para Nabi tidaklah mewariskan ilmu tekhnologi dan yang berkaitan dengannya kepada manusia.” [Kitabul ilmi, hal: 11, karya Syeikh Al-Utsaimin]
Ini bukan berarti bahwa ilmu dunia itu terlarang atau tidak berfaedah. Bahkan ilmu dunia yang dibutuhkan oleh umat juga perlu dipelajari dengan niat yang baik.
Beliau juga berkata: “Yang kami maksudkan adalah ilmu syar’i, yaitu: ilmu yang yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, yang berupa penjelasan-penjelasan dan petunjuk. Maka ilmu yang mendapatkan pujian dan sanjungan hanyalah ilmu wahyu, ilmu yang diturunkan oleh Allah”. [Kitabul ilmi, hal: 11, karya Syeikh Al-Utsaimin]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَبَلَّغَهَا فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ غَيْرِ فَقِيهٍ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ
Semoga Allah mengelokkan wajah seseorang yang telah mendengar perkataanku, lalu dia menyampaikannya. Terkadang orang yang membawa fiqih (ilmu; pemahaman; hadits Nabi) bukanlah ahli fiqih. Terkadang orang yang membawa fiqih membawa kepada orang yang lebih fiqih (faham) darinya. [HR. Ibnu Majah no:230, dan ini lafazhnya; Ahmad 5/183; Abu Dawud no: 3660; dan lainnya]
Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata: “Beliau n menamakan perkataan beliau dengan nama ilmu, bagi orang yang merenungkan dan memahaminya”. [Jami’ Bayanil Ilmi Wa Fadhlihi]
Oleh karena itulah wahai saudara-saudaraku yang tercinta, istilah ilmu tidaklah dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya kecuali terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, atau kesepakatan seluruh umat terhadap suatu perkara yang menghilangkan perselisihan, dan apa-apa yang dapat mendekatkan kepadanya. [Diambil dari perkataan Syeikh Salim Al-Hilali di dalam kitab Bahjatun Nazhirin 2/461]
Inilah kewajiban kita, kaum muslimin, baik terpelajar atau awam. Kita wajib mengetahui dan memahami apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan apa-apa yang Dia larang.
KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU
Sesungguhnya keutamaan menuntut ilmu sangat banyak, di sini cukuplah kami sebutkan beberapa faedah dari hadits di atas yang telah kami sampaikan:
  1. Allah memudahkan jalan ke sorga bagi orang yang menuntut ilmu.
  2. Malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap thalibul ilmi.
  3. Seorang ‘alim dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi, dan oleh ikan-ikan di dalam air.
  4. Keutamaan seorang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama daripada seluruh bintang-bintang.
  5. Para ulama itu pewaris para Nabi.
Semoga Alloh memberikan semangat kepada kita semua untuk menuntut ilmu agama dan mengamalkannya, sehingga meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.
Penulis: Ustadz Muslim Atsari

Islamic Link

http://www.al-habib.info/islamic-widget/images/th_iwidget_asmaulhusna01.jpg

http://www.al-habib.info/islamic-widget/images/th_iwidget_countdown01.jpg

http://www.al-habib.info/islamic-widget/images/th_flag_tahlil_white.jpg

Derajat orang yang berilmu


Derajat orang yang berilmu

يَرْفَعِ الله الّذِيْنَ امَنُوْا مِنْكُمْ وَالّذِيْنَ أوتُواالْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

Alloh akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang menuntut ilmu [almujadilah : 11]

Ibnu Hajar Al Atsqolani berkata : Alloh mengangkat orang berilmu atas orang yang tidak berilmu baik di dunia maupun di akhirat.

Sebagaimana kita ketahui bahwa ilmu yang dimaksud adalah ilmu terhadap kitabulloh karena ialah ilmu yang paling agung.

Bukti bahwa orang berilmu dilebihkan atas orang yang berilmu di dunia adalah tentang ketentuan rosululloh shollallohu alaihi wasallam siapa yang paling berhak menjadi imam memimpin jamaah

وعن أبي مسعود عقبة بن عمرو البدري الأنصاري رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال، قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يؤم القوم أقرؤهم لكتاب اللَّه، فإن كانوا في القراءة سواء فأعلمهم بالسنة….. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu mas’ud Uqbah bin Amru Albadari Al Anshori rodliyallohu anhu bersabda rosululloh shollallohu alaihi wasallam : yang berhak menjadi imam bagi satu kaum adalah siapa yang paling mengerti kitabulloh, bila dalam qiroah terhadap kitabulloh kemampuannya sama maka siapa di antara mereka yang paling mengerti sunnah …… [HR Muslim]

Sementara bukti bahwa orang berilmu dilebihkan atas orang yang tidak berilmu di akhirat adalah ketika rosululloh shollallohu alaihi wasallam mengatur penguburan syuhada’ Uhud beliau bersabda :

وعن جابر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم كان يجمع بين الرجلين من قتلى أحد يعني في القبر ثم يقول أيهما أكثر أخذاً للقرآن؟ فإذا أشير له إلى أحدهما قدمه في اللحد رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ

Dari jabir rodliyallohu anhu bahwasanya nabi shollallohu alaihi wasallam mengumpulkan dua orang yang gugur dalam perang uhud untuk dimasukkan dalam satu lobang. Beliau bersabda : siapa di antara kedua jenazah ini yang lebih banyak hafalan qurannya ? bila ada yang menunjuk salah satu di antara keduanya maka beliau dahulukan yang lebih banyak hafalan alqurannya untuk lebih dahulu dimasukkan ke dalam liang lahad [HR bukhori]

TANDA-TANDA ILMU BERMANFAAT

IBNU RAJAB AL HAMBALI rahimahullah menjelaskan tentang ilmu yang bermanfaat. Beliau mengatakan, pokok segala ilmu adalah mengenal Allah Subhanahu wa Ta'ala yang akan menumbuhkan rasa takut kepada-Nya, cinta kepada-Nya, dekat terhadap-Nya, tenang dengan-Nya, dan rindu pada-Nya. Kemudian setelah itu berilmu tentang hukum-hukum Allah, apa yang dicintai-Nya dan diridhai-Nya dari perbuatan, perkataan, keadaan atau keyakinan hamba.
Orang yang mewujudkan dua ilmu ini, maka ilmunya adalah ilmu yang bermanfaat. Ia dengan itu, akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat, hati yang khusyu', jiwa yang puas dan doa yang mustajab. Sebaliknya yang tidak mewujudkan dua ilmu yang bermanfaat itu, ia akan terjatuh ke dalam empat perkara yang Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berlindung darinya. Bahkan ilmunya menjadi bencana buatnya, ia tidak bisa mengambil manfaat darinya karena hatinya tidak khusyu' kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, jiwanya tidak merasa puas dengan dunia, bahkan semakin berambisi terhadapnya. Doanyapun tidak didengar oleh Allah karena ia tidak merealisasikan perintah-Nya serta tidak menjauhi larangan-Nya dan apa yang dibenci-Nya.
Lebih-lebih apabila ilmu tersebut bukan diambil dari Al -Qur-an dan As Sunnah, maka ilmu itu tidak bermanfaat dan tidak ada manfaatnya sama sekali. Yang terjadi, kejelekannya lebih besar dari manfaatnya.
Ibnu Rajab juga menjelaskan, ilmu yang bermanfaat dari semua ilmu adalah mempelajari dengan benar ayat-ayat Al Qur'an dan Hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam serta memahami maknanya sesuai dengan yang ditafsirkan para sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in. Lalu mempelajari apa yang datang dari mereka tentang halal dan haram, zuhud dan semacamnya, serta berusaha mempelajari mana yang shahih dan mana yang tidak dari apa yang telah disebutkan.
Kemudian berusaha untuk mengetahui makna-maknanya dan memahaminya. Apa yang telah disebut tadi sudah cukup bagi orang yang berakal dan menyibukkan diri dengan ilmu yang bermanfaat. (Fadl Ilm Salaf Alal Khalaf 41, 45, 46, 52, 53)
Ilmu yang bermanfaat akan nampak pada seseorang dengan tanda-tandanya, yaitu:
1. Beramal dengannya.
2. Benci disanjung, dipuji dan takabbur atas orang lain.
3. Semakin bertawadhu' ketika ilmunya semakin banyak.
4. Menghindar dari cinta kepemimpinan, ketenaran dan dunia.
5. Menghindar untuk mengaku berilmu.
6. Bersu'udzan (buruk sangka) kepada dirinya dan husnudzan (baik sangka) kepada orang lain dalam rangka menghindari celaan kepada orang lain.
(Lihat Fadl Ilm Salaf hal. 56-57 dan Hilyah Thalib Ilm hal. 71)
Sebaliknya ilmu yang tidak bermanfaat juga akan nampak tanda-tandanya pada orang yang menyandangnya yaitu:
1. Tumbuhnya sifat sombong, sangat berambisi dalam dunia dan berlomba-lomba padanya, sombong terhadap ulama, mendebat orang-orang bodoh, dan memalingkan perhatian manusia kepadanya.
2. Mengaku sebagai wali Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau merasa suci diri.
3. Tidak mau menerima yang hak dan tunduk kepada kebenaran, dan sombong kepada orang yang mengucapkan kebenaran jika derajatnya di bawahnya dalam pandangan manusia, serta tetap dalam kebatilan.
4. Menganggap yang lainnya bodoh dan mencatat mereka dalam rangka menaikkan dirinya di atas mereka. Bahkan terkadang menilai ulama terdahulu dengan kebodohan, lalai, atau lupa sehingga hal itu menjadikan ia mencintai kelebihan yang dimilikinya dan berburuk sangka kepada ulama yang terdahulu.
(Lihat Fadl Ilm Salaf: 53, 54, 57, 58)
Wallahu a'lam.
Sumber: Majalah Syari'ah, No. 02/I/Rabi'ul Awwal/1424 H/Mei 2003, hal. 14.

HALAMAN

POPULAR POST