Pelaksanaan Pendidikan Rasulullah SAW di Madinah
Hijrah dari Makkah ke Madinah bukan hanya sekedar berpindah dan
menghindarkan diri dari tekanan dan ancaman kaum Quraisy, tetapi juga
sebagai taktik dan strategi untuk mengatur dan menyusun kekuatan dalam
menghadapi tantangan-tantangan lebih lanjut, sehingga akhirnya nanti
terbentuklah masyarakat baru yang di dalamnya bersinar kembali mutiara
tauhid warisan Ibrahim yang akan disempurnakan oleh Muhammad SAW melalui
wahyu Allah SWT.
Ilustrasi Via muslimheritage.com |
Aktivitas Nabi SAW di Madinah
Rasulullah hijrah ke Madinah hari senin pada tahun 622 M.[1] Ada dua
aktivitas yang sangat penting yang Nabi lakukan setiba di Madinah,
yaitu: (1) Mendirikan masjid, dan (2) pembentukan Negara Madinah.
a. Mendirikan Masjid
Dalam perjalanan ke Madinah Rasulullah singgah di Bani al-Najjar pada
hari Juma’at tanggal 12 Rabiul Awal I H, bertepatan dengan 27 Desember
622 M. Tatkala unta yang Nabi tunggangi berhenti dan mnderum kakinya di
hamparan tanah di depan rumah Abu Ayyub, maka Nabi bersabda, “Di sinilah
tempat singgah insyaAllah”. Dan kemudian Nabi pun menetap di rumah
tersebut. Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah SAW di Madinah
adalah membangun masjid, di tempat menderumkanya kaki unta yang
ditungganginya dari Mekkah.
Tanah tersebut dibeli Rasulullah dari pemiliknya, dan Rasulullah ikut
mengangkat batu pada saat mendirikan masjid. Setelah selesai pembangunan
masjid, maka Nabi SAW pindah menempati sebagian ruangannya yang memang
khusus disediakan untuknya. Demikian pula kaum muhajirin yang miskin
yang tidak mampu membangun tempat tinggalnya sendiri, dibangunkan pula
tempat tinggal di samping masjid, dan mereka ini kemudian disebut ahl
al-suffah.[2]
Masjid menjadi pusat kegiatan Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin,
untuk secara bersama-sama dengan kaum muhajirin dan Anshor membangun
masyarakat baru, masyarakat yang disinari oleh tauhid dan mencerminkan
persatuan dan kesatuan umat. Di masjid tersebut Nabi bermusyawarah
mengenai bebagai urusan, mendirikan shalat berjama’ah, membacakan
al-Qur’an yang baru diturunkan beerta pemahamanya. Dengan demikian,
masjid merupakan tempat pembelajaran di masa tersebut.
b. Pembentukan Negara Madinah
Aktifitas Nabi selanjutnya adalah membina dan mengembangkan persatuan
dan kesatuan masyarakat Islam yang baru tumbuh dalam rangka mewujudkan
satu kesatuan sosial dan satu kesatuan politik. Kaum Anshor dan kaum
Muhajirin yang berasal dari daerah yang berbeda dengan membawa adat
kebiasaan yang berbeda pula sebelum bersatu membentuk masyarakat Islam,
berasal dari suku bangsa yang sering berselisih. Di samping itu, mereka
berhadapan pula dengan masyarakat Madinah lainnya yang belum masuk Islam
dan bangsa Yahudi yang merupakan bangsa yang sudah mapan. Dan bukan
tidak mungkin bahwa orang-orang Yahudi tersebut berusaha untuk
merintangi, bahkan menghancurkan pembentukan masyarakat baru kaum
muslimin.
Setelah Nabi membangun masjid dan menyiapkan tempat tinggal utuk Nabi,
maka selanjutnya Nabi membntuk masyarakat yang bersatu yang berdaulat ke
dalam dan keluar, yang dituntun oleh sutu perjanjian tertulis yang
disepakati oleh semua pihak. Menurut Harun Nasution pembentukan
masyarakat yang berdaulat ke dalam dan keluar dipandu oleh perjanjian
tertulis serta adanya geografis; dan dapat dikatakan dan diakui sebagai
sebuah Negara.[3]
1) Untuk mememnuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad mnganjurkan
kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampua
dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah. Mereka yang pandai
berdagang supaya melanjutkan usaha dagang, yang pandai bertani supaya
mengerjakan tanah-tanah pertanian sudara-saudaranya kaum Anshor.
Sedangkan mereka yang sudah tidak kuat atau miskin, Nabi Muhammad SAW
menyediakan tempat untuk mereka di salah satu penjuru masjid. Biaya
hidup mereka diberikan dari harta kaum muslimin, baik dari kalangan
Muhajirin maupun dari kaum Anshor yang berkecukupan. Dengan cara
demikian, maka kehidupan dan kebuuhan hidup sehari-hai dalam masyarakt
tidak menjadi problem lagi. Bahkan sebagian dari mereka bsa mendapatkan
kehidupan yang baik dengan harta yang cukup, di samping mereka yang
memang suka hidup sederhana.
2) Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dalam rangka
membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah
syariat zakat dan puasa, yang merupakan pendidikan bagi warga masyarakat
dalam tanggung jawab social, baik secara materil maupun moral. Dengan
dana dari zakat kehidupan social masayakat dapat meningkat dan dengan
puasa secara ekonomin menekan tingkat ekonomis, sehingga modal
masayarakat bisa berkembang dan tingkat solidaritas social lebih tinggi.
3) Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan
pengembangan masyarakat baru di Madinah adalah disyariatkannya media
komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat Jum’at yang dilaksanakan
secara berjamaah dan ‘Azan. Dengan shalat tersebut hampir seluruh warga
masyarakat berkumpul secara langsung mendengarkan khutbah Nabi SAW.
Shalat jumat ternyata telah memupuk rasa solidaritas social yang sangat
tinggi dalam menangani masalah-masalah bersama. Kalau pada masayarakat
Bergama Kristen dan Yahudi bangga dengan media komunikasi melalu lonceng
gereja dan serunai sebagai terompet panggilan bagi ummatnya, maka umat
Islam sebagai masyarakat yang baru bangga dengan panggilan ‘Azan.[4]
4) Nabi Muhammad SAW mengikis sisa-sisa permuuhan dan pertentangan
antar suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan diantara mereka.
Diikatnya tali persaudaraan antara sesama kaum Muhajirin, kemudian
dipersaudarakan dengan kaum Anshor, Abu Bakar diperaudarakan dengan
Khariyah bin Zubair, umar dengan Itban bin Malik, Abu Ubaidah dengan
Abdurrahman bin Auf serta Sa’ad bin al-Rabi’, Usman bin Affan dan Aus
bin Sabit al-Munzir yang telah dipersaudarakan menjadi keluarga Bani
al-Najjar, Thalhah bin Ubaidillah dengan Ka’ab bin Malik, dan
seterusnya.[5]
5) Membuat suatu kebijakan politik dalam rangka menjaga keamanan dan stabilitas Negara.
Dalam mewujudkan persaudaraan yang lebih erat antara Muhajirin dan
Anshor dengan kaum Yahudi, Nabi Muhammad membuat perjanjian tertulis
yang berksiran pengakuan atas nama agama mereka dan harta benda mereka,
dengan syarat-syarat timbale balik. Dengan disahkannya perjanjian ini
maka Madinah dan sekitarnya merupakan satu Negara yang makmur, ibu
kotanya Madinah dan kepala negaranya adalah Rasulullah SAW. Pelaksanaan
pemerintahan dan penguasa mayoritas adalah orang-orang Muslim. Sehingga
dengan begitu Madinah dan sekitarnya menjadi sebuah Negara Islam dalam
pengertian ketatanegaraan. Untuk mengatur jalanya pemerintahan, maka
nabi Muhammad SAW membuat suatu konstitusi yang disebut “Konstitusi
Madinah”.
Materi Pendidikan Islam Periode Madinah
Materi Pendidikan Islam seaktu Nabu Muhammad SAW di Madinah adalah sebagai berikut:
1) Hafalan dan Penulisan al-Qur’an
Pengajaran al-Qur’an masih berlangsung terus sampai dengan Nabi Muhammad
SAW bersama para sahabatnya hijrah ke Madinah. Sejalan dengan itu
berpindahlah pusat pengajaran al-Qur’an ke Madinah. Penghafalan dan
penulisan al-Qur’an berjalan terus, sampai dengan masa akhir turunnya
wahyu. Dengan demikian al-Qur’an menjadi bagian dan kehidupan mereka,
baik dalam bentuk hafalan maupun dalam bentuk tulisan. Hal ini berarti
menambah kekayaan budaya mereka, yang pada muanya budaya lisan, sekarang
berkembang juga budaya tulis. Suatu kebijakan Nabi Muhammad SAW dalam
menghadapi keberagaman dialek dan suku-suku bangsa Arab yang ada pada
masa itu adalah ketetapanya dalam memperbolehkan al-Qur’an dibaca dalam
tujuh huruf.[6]
2) Pemantapan Ketauhidan Umat
Dalam bidang agama Rasulullah SAW melakukan pembebasan dan sikap-sikap
kemusyrikan, dengan pemahaman spiritualitas ajaran Islam. Nabi
menyerukan, bahwa Allah adalah zat yang wajib ada (al-wajibat al-wujud),
cahaya bagi segala sendi kehidupan manusia, memiliki sifat-sifat luhur,
al-Rahman, al-Rahim.
3) Tulisan Baca al-Qur’an
Ibrahim Hasan[7] menjelakan bahwa di negeri-negeri Arab pendidikan belum
tersebar, karena bangsa Arab dan sebelumnya tidak dikenal sebagai
menara gading. Tidak bisa dipastikan bahwa negeri-negeri Arab sudah
menaruh perhatian terhadap pendidikan dan pengajaran tentang tulis-baca
bagi para puteranya. Pendidikan yang berlangsung di lingkungan
masyarakat saat itu berdasarkan hajat mereka. Abuddin Nata dam Fauzan[8]
menjelaskan kesesatan dalam bidang ilmu pengetahuan antara lain
terlihat pada sikap mereka yang memandang bahwa ilmu pengetahuan hak
istimewa dan progratif elit. Hingga datanhya Islam pendidikan baca
tulis digalakkan dan dikembangkan.
4) Sastra Arab
Dengan kedatangan Islam, bangsa Arab mendapatkan nilai sastra bernilai
tinggi dalam al-Qur’an dan mereka juga telah mendapatkan susunan kalimat
yang sangat indah di dalamnya sebagai sesuatu yang membuat mereka
sangat kagum sehingga mendorong untuk membacanya.
5) Seluruh Aspek Ajaran Islam
Materi Pendidikan Islam yang dilaksanakan Rasulullah SAW di Madinah
sesuai dengan seluruh isi al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Pendidikan
keimanan, ubudiah (pengabdian), akhlak dan kebersihan, kesehatan, social
kemasyarakatan, konomi dan politik, pendidikan kea rah ilmu pengetahuan
alam, pendidikan kesadaran hokum dan lain-lain. Wahyu terakhir
al-Qur’an yang turun di padang Arafah wakt nabi melakukan ibadah Haji
wadha’ (terakhir) adalah Firman Allah SWT yang Artinya: “Pada hari ini
telah aku sempurnakan nikmat-Ku kepadamu dan Aku telah ridha Islam jadi
Agama” (Q.S. Al-Maidah: 3).
Ruang lingkup pendidikan agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara lain[9]:
a) Hubungan manusia dengan Allah SWT
b) Hubungan manusia dengan sesama manusia.
c) Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
d) Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkunganya.
Lembaga Pendidikan Islam Periode Madinah
Lembaga pendidikan Islam setelah Nabi hijrah ke Madinah, disamping kuttab adalah Masjid dan Suffah.[10]
a. Masjid
Masjid sebagai kegiatan Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin, Nabi
secara bersama membina masyarakat baru, masayarakat yang disinari oleh
tauhid, dan mencerminkan persatuan dan kesatuan umat. Di mesjid itulah
Nabi bermusyawarah mengenai berbagai urusan, mendirikan shalat,
membacakan al-Qur’an. Dengan demikian, masjid merupakan pusat pendidikan
dan pengajaran.
b. Suffah
Pada masa Rasulullah SAW, Shuffah adalah suatu tempat yang telah dipakai
untuk aktivitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan pemondokan
bagi pendatang baru dan yang tergolong miskin. Ada Sembilan suffah yang
salah satunya berlokasi di dekat Masjid Nabawi. Salah satu guru yang
diagkat rasulullah SAW adalah Ubaid Ibn Al-Samit.
Catatan Kaki:
[1] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia) 2011. h. 27
[2] Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan… h 36-37
[3] Harun Nasution, Kuliah dalam mata Pelajaran Pembaharuan dalam Islam pada SPS IAIN Yogyakrta, 1997.
[4] ibid
[5] Ramayulis, Aspek Historis Dalam Pendidikan Islam, IAIN Pres, 2010, h. 36-37
[6] Qurais Syihab, Kuliah dalam Mata Pelajaran pengantar Islam Tafsir, pada Fakultas Pasca Sarjana IAIN Jakarta, 1998.
[7] Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh ad-Daulah ..., h. 118
[8] Ibid. h. 20
[9] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, 2011 (Jakarta: Kalam Mulia). H. 45-46
[10] Ibid