Hukum Mencari Nafkah dari Berdakwah


Jumhur ulama berpendapat dibolehkan bagi seorang yang guru mengajarkan al Qur’an (guru ngaji) untuk mengambil upah dari pengajarannya tersebut berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Ibnu Abbas bahwa beberapa sahabat Nabi saw melewati sumber mata air dimana terdapat orang yang tersengat binatang berbisa, lalu salah seorang yang bertempat tinggal di sumber mata air tersebut datang dan berkata; "Adakah di antara kalian seseorang yang pandai menjampi? Karena di tempat tinggal dekat sumber mata air ada seseorang yang tersengat binatang berbisa." Lalu salah seorang sahabat Nabi pergi ke tempat tersebut dan membacakan al fatihah dengan upah seekor kambing. Ternyata orang yang tersengat tadi sembuh, maka sahabat tersebut membawa kambing itu kepada teman-temannya. Namun teman-temannya tidak suka dengan hal itu, mereka berkata; "Kamu mengambil upah atas kitabullah?" setelah mereka tiba di Madinah, mereka berkata; "Wahai Rasulullah, ia ini mengambil upah atas kitabullah." Maka Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil adalah upah karena (mengajarkan) kitabullah."Hal itu juga diperkuat bahwa Rasulullah saw pernah memerintahkan seorang lelaki untuk mengajarkan istrinya al Qur’an sebagai mahar baginya. (baca : Upah Mengajar Al-Qur’an)
Demikian halnya dengan seorang ustadz, guru agama, dosen-dosen yang mengajarkan ilmu-ilmu agama atau para dai atau khotib yang menyampaikan ceramah-ceramahnya maka dibolehkan bagi mereka menerima upah dari pengajarannya itu sebagaimana dibolehkannya seorang yang mengajarkan Al Qur’an mengambil upah atau bayaran atau gaji dari pengajaran al Qur’annya kepada murid-muridnya.
Markaz al Fatwa menyebutkan bahwa boleh mengambil upah dari mengajarkan ilmu-ilmu syar’i (baca : ilmu agama) seperti para ustadz (dosen) di Fakultas Syariah dan lainnya.
Al Khotib al Baghdadiy didalam “al Fiqh wa al Mutafaqqih” mengatakan,”diwajibkan bagi seorang imam (pemimpin) untuk memberikan kecukupan penghasilan kepada orang-orang yang menyerahkan dirinya untuk memberikan pengajaran didalam bidang fiqih atau fatwa hukum-hukum dan ambilah untuk itu dari baitul mal kaum muslimin. Jika di sana tidak terdapat baitul mal maka penduduk negeri harus bekerja sama menyisihkan sebagian dari hartanya untuk diberikan kepadanya (mufti) agar dia bisa fokus mencurahkan segenap waktunya untuk memberikan fatwa kepada mereka dan jawaban-jawaban dari permasalahan-permasalahan mereka. (Markaz al Fatwa, fatwa No. 34050)
Namun hendaklah setiap ustadz, dai, khotib, dosen, guru agama atau orang-orang yang memberikan pengajaran dan pengetahuan tentang agama kepada orang lain yang mendapatkan bayaran atau gaji darinya tetap menjaga keikhlasan niatnya agar apa yang didapatnya itu tidak menghapuskan pahalanya di sisi Allah swt.
Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Umar bin Khattab dia berkata, "Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya amalan itu tergantung dengan niatnya, dan sesungguhnya ia akan mendapatkan sesuatu yang diniatkannya.”
Wallahu A’lam

HALAMAN

POPULAR POST