Mengqadha Salat


Salat fardhu atau salat lima waktu wajib dilaksanakan tepat pada waktunya berdasarkan firman Allah SWT “Sesungguhnya salat itu adl fardhu yg ditentukan waktunya atas orang-orang yg beriman.” . Oleh krn itu barangsiapa mengakhirkannya dari waktu yg telah ditentukan tanpa ada halangan maka ia berdosa. Tetapi jika dia mengakhirkannya krn suatu halangan tidaklah berdosa. Halangan-halangan itu ada yg dapat menggugurkan kewajiban salat sama sekali dan ada pula yg tidak menggugurkannya sebagaimana akan dijelaskan lbh lanjut dalam pembahasan berikut. Hal-Hal yg Menggugurkan Salat Ada sejumlah halangan atau uzur yg dapat menggugurkan salat dari seseorang yaitu 1. Haid dan NifasWanita yg sedang haid atau nifas tidak diwajibkan menunaikan salat. Juga tidak wajib mengqadha salat-salat yg ditinggalkan di saat haid dan nifas tersebut sekalipun dia harus mengqadha puasa. Hal ini berdasarkan sabda Rasul saw kepada Fatimah binti Abi Hubaisy “Jika tenyata darah yg keluar itu haid maka hentikanlah salat.” 2. GilaKewajiban salat itu gugur dari orang gila yg terus-menerus. Namun orang gila yg kumat-kumatan ketika sadar wajib mengerjakan salat Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah saw “Beban taklif itu diangkat dari tiga golongan orang tidur sampai bangun anak kecil sampai ia baligh dan orang gila sampai dia sadar kembali.” . 3. Pingsan.Kewajiban salat akan gugur dari orang yg pingsan jika pingsannya berlangsung dalam dua waktu salat yg bisa dijamak seperti seseorang pingsan sebelum masuk waktu Dzuhur sampai dgn matahari terbenam. 4. MurtadSeseorang yg murtad kemudian masuk Islam kembali maka hukumnya sama dgn orang kafir asli yakni dia tidak wajib mengqadha salat. Tetapi menurut ulama Syafi’i ia wajib mengqadha semua salat yg ia tinggalkan ketika murtad sebagai hukuman kepadanya. Hal-Hal yg Membolehkan Mengakhirkan Salat Adapun halangan yg membolehkan seseorang mengakhirkan salat dari waktunya dan tidak berdosa karenanya ialah tidur lupa dan lalai. Diterima dari Abu Qatadah para sahabat menceritakan kepada Rasulullah saw perihal tidur mereka yg menyebabkan tertunda salatnya maka Rasul bersabda “Sesungguhnya tidaklah termasuk keteledoran krn tidur tetapi keteledoran itu di waktu terjaga. Karena itu jika seseorang di antaramu lupa salat atau tertidur hingga meninggalkan salat hendaklah ia melakukannya bila telah ingat atau sadar kembali.” . Dari Anas ra Nabi saw bersabda “Barangsiapa lupa mengerjakan salat hendaklah mengerjakannya bila telah ingat dan selain itu tidak ada kewajiban kaffarat yg lain.” . Dalam sebuah riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan“Bila seseorang di antaramu tertidur hingga meninggalkan salat atau lupa mengerjakannya hendaknya ia mengerjakannya jika telah ingat krn Allah berfirman ‘dan dirikanlah salat utk mengingat Aku’.” . Dari Abu Qatadah ra “Pada suatu malam kami bepergian bersama Rasulullah saw salah seorang di antara kami berkata ‘Tidakkah lbh baik kita beristirahat ya Rasulullah?’ Beliau menjawab ‘Saya khawatir kalian akan tertidur sehingga meninggalkan salat’. Bilal berkata ‘Saya akan membangunkan kalian’ Kemudian tidurlah semuanya. Sementara itu Bilal menyandarkan punggungnya pada kendaraannya dan nampaknya ia tidak kuat menahan kantuk hingga akhirnya ia tertidur. Kemudian Nabi saw bangun di saat matahari telah naik tinggi maka beliau bersabda ‘Hai Bilal mana janjimu?’ Sungguh saya tak pernah mengalami seperti ini’ jawab Bilal. Nabi bersabda lagi ‘Allah mencabut roh-roh kalian kapan saja Dia mau Dia akan mengembalikannya kepadamu kapan saja Dia mau. Hai Bilal berdirilah dan serukanlah azan salat utk orang banyak’. Kemudian beliau berwudhu. Ketika matahari telah tinggi dan bersinar terang beliau salat dgn berjama’ah bersama mereka.” . Menurut riwayat Ahmad orang-orang berkata “Ya Rasulullah tidakkah sebaiknya salat ini kita kerjakan besok pada waktunya?” Rasul menjawab “Bukankah Allah telah melarangmu melakukan riba lalu akan menerimanya darimu?” Mengqadha salat wajib dilakukan dgn segera baik salat itu tertinggal krn sesuatu uzur yg tidak menggugurkan kewajibannya ataupun tanpa uzur sama sekali dan qadha ini tidak boleh ditunda-tunda kecuali ada halangan mendesak seperti bekerja utk mencari rezeki dan menuntut ilmu yg wajib ‘ain baginya begitu juga makan dan tidur. Dengan hanya mengqadha salat bukan berarti seseorang telah bebas dari dosa tetapi ia masih harus bertaubat sebagaimana taubat tidak bisa menggugurkan kewajiban salat namun harus disertai mengqadha pula. Hal ini krn salah satu syarat bertaubat adl menghilangkan perbuatan dosa sedang orang yg bertaubat tanpa mengqadha belum berarti ia telah menghilangkan perbuatan dosa tersebut. Termasuk salah satu hal yg tidak mngharuskan qadha dgn segera adl sibuk melakukan salat sunnah. Tetapi bagi orang yg berkewajiban qadha sebaiknya ia tidak mengerjakan salat sunnah dulu selain salat sunnah Subuh Maghrib dan Witir dan sebagai ganti dari salat sunnah rawatib yg lain hendaklah ia mengerjakan qadha salat. Mengqadha salat boleh dilakukan tiap saat kecuali pada tiga waktu yg dilarang salat yaitu ketika matahari terbit matahari berada tepat di tengah langit dan ketika matahari terbenam. Juga dalam satu waktu boleh mengqadha beberapa salat yg tertinggal sebab pengertian qadha adl melakukan salat yg telah lewat waktunya. Cara Mengerjakan Salat Qadha Barangsiapa tertinggal mengerjakan salat maka wajib mengqadhanya sesuai dgn cara dan sifat-sifat salat yg tertinggal itu. Jika seorang musafir yg menempuh jarak qashar tertinggal salat yg empat rakaat ia mengqadhanya dua rakaat sekalipun dikerjakan di rumah. Tetapi menurut ulama Syafi’i dan Hanbali dalam keadaan terakhir ini ia mengqadhanya empat rakaat sebab hukum asal salat adl itmam . Karena itu ketika di rumah salat dgn itmamlah yg harus dikerjakan. Sebaliknya jika seorang mukmin tidak dalam perjalanan tertinggal salat yg empat rakaat maka ia harus mengqadhanya empat rakaat pula sekalipun dikerjakan dalam perjalanan. Demikian juga jika ia tertinggal salat sirriyyah seperti Dzuhur maka di waktu mengqadhanya harus secara sirri pula sekalipun dikerjakan di malam hari. Sebalikmya jika ia tertinggal salat Jahrriyyah seperti salat Subuh maka mengqadhanya pun harus keras pula sekalipun dikerjakan di siang hari. Akan tetapi menurut ulama Syafi’i yg menjadi patokan adl waktu di mana qadha itu dilaksanakan. Jadi seandainya qadha itu dilaksanakan pada malam hari maka bacaannya harus dikeraskan sekalipun yg diqadha itu salat sirriyyah. Dan sebaliknya jika di siang hari maka bacaan salat harus dipelankan walaupun yg diqadhanya itu salat jahriyyah. Dalam mengqadha salat yg tertinggal hendaknya diperhatikan tertib urutannya satu dgn yg lain. Qadha salat Subuh dikerjakan sebelum qadha Dzuhur dan qadha Dzuhur sebelum salat Ashar. Di samping itu hendaklah diperhatikan pula urutan salat faa’itahdgn salat pada waktunya . Maka apabila salat faa’itah itu kurang dari lima waktu atau hanya lima waktu salat haadhirah tidak boleh dikerjakan dulu sebelum salat faa’itah dikerjakan dgn tertib selama tidak dikhawatirkan habisnya waktu salat haadhirah. Dari Ibnu Mas’ud berkata “Ketika Perang Khandaq kaum musyrikin terlalu menyibukkan Rasulullah sampai-sampai empat salat tertinggal dan waktu pun telah larut malam sejalan dgn kehendak Allah. Kemudian beliau menyuruh Bilal utk menyerukan azan. Bilal pun menyerukannya lalu membacakan iqamah maka beliau salat Dzuhur lalu berdiri lagi dan mengerjakan Ashar berdiri lagi mengerjakan salat Maghrib kemudian berdiri lagi utk mengerjakan salat Isya’.” . Ulama Hanafi berpendapat jika seseorang setelah mengerjakan salathaadhirah teringat akan salat faa’itah yg belum dikerjakannya batallah salat haadhirahnya. Orang itu harus mengerjakan salat faa’itah dulu dan setelah itu mengulangi salat haadhirah. Namun menurut ulama yg lain ia tidak harus mengulangi salat haadhirah. Sedang menurut ulama Maliki sunnah mengulangi lagi salat haadhirah setelah mengerjakan faa’itah. Jika salat faa’itah itu enam waktu atau lebih maka dalam mengerjakannya tidah harus tertib boleh dikerjakan sebelum salathaadhirah ataupun sesudahnya. Barangsiapa tertinggal sejumlah salat tetapi ia lupa atau tidak tahu persis berapa jumlahnya maka ia harus mengerjakan qadha sampai merasa yakin bahwa kewajibannya telah terpenuhi. Sumber As-Shalaatu ‘Alal Madzahibil ‘Arba’ah Abdul Qadir ar-Rahbawi Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm

HALAMAN

POPULAR POST