Cara Mengganti Shalat yang Ditinggalkan
Oleh : Ustadz Pranowo Sigit
Hukum Meninggalkan Shalat
Para ulama kaum muslimin telah bersepakat bahwa shalat merupakan
kewajiban bagi setiap muslim yang baligh, berakal, suci yaitu tidak
dalam keadaan haidh maupun nifas, tidak dalam keadaan gila atau
kehilangan kesadaran. Shalat adalah ibadah badaniyah yang tidak ada
penggantinya, maka tidak boleh seseorang melakukan shalat untuk orang
lain..
Orang yang meninggalkan shalat maka wajib atasnya hukuman baik di
akherat maupun di dunia. Adapun hukum di akherat, sebagaimana firman
Allah swt :
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ ﴿٤٢﴾
قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ ﴿٤٣﴾
قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ ﴿٤٣﴾
Artinya “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka
menjawab: “Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan
shalat.” (QS. Al Mudatsir : 42 – 43)
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ ﴿٤﴾
الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ﴿٥﴾
الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ﴿٥﴾
Artinya : “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu)
orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Ma’un : 4 – 5)
Sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang meninggalkan shalat secara
sengaja maka telah lepas tanggung jawab Allah dan Rasul-Nya atas
dirinya.” (HR. Ahmad)
Adapun hukuman di dunia bagi orang yang meninggalkan shalat
dikarenakan malas atau meremehkannya maka berikut penuturan para ulama :
1. Para ulama Hanafi mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat
dikarenakan malas maka dia adalah fasiq dan harus dipenjara serta
dipukul dengan satu pukulan hingga mengalirkan darah sampai orang itu
mau melaksanakan shalat dan bertaubat atau meninggal di penjara, begitu
juga terhadap orang yang meninggalkan puasa ramadhan.
Orang itu tidaklah dibunuh kecuali apabila dia mengingkari kewajiban
dari keduanya (shalat maupun puasa ramadhan) atau menganggap enteng
salah satu dari keduanya seperti orang yang menampakkan berbuka tanpa
adanya halangan dengan maksud meremehkan, berdasarkan sabda Rasulullah
saw,”Tidaklah halal darah seorang muslim kecuali salah satu dari tiga :
seorang janda (tidak perawan) yang berzina, jiwa dengan jiwa dan
meninggalkan agamanya memisahkan dirinya dari jamaah (kaum muslimin).”
(Muttafaq Alaihi)
2. Pendapat para imam lainnya bahwa orang yang meniggalkan shalat
tanpa suatu uzur walaupun dia hanya meninggalkan satu kali shalat maka
orang itu diminta untuk bertaubat selama tiga hari seperti seorang yang
murtad dan jika tidak mau bertaubat maka dibunuh. Ia dibunuh, menurut
para ulama Maliki dan Syafi’i sebagai suatu hukuman dan tidak dianggap
kafir. Sesungguhnya ia dihukum sebagaimana hukuman yang lainnya seperti
kemaksiatan pezina, menuduh orang berzina, mencuri atau lainnya. Setelah
orang itu meninggal maka ia dimandikan dan dishalatkan serta dimakamkan
di pemakaman kaum muslimin, dalil bahwa mereka tidaklah kafir
dikarenakan meninggalkan shalat adalah firman Allah
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan
Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa
yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisaa : 48)
Juga berbagai hadits, diantaranya hadits Ubadah bin ash
Shamit,”Shalat lima waktu telah diwajibkan Allah kepada hamba-hamba-Nya.
Barang siapa yang mengerjakanya dan tidak meninggalkannya sedikit pun
hak-haknya (shalat itu) maka baginya disisi Allah janji untuk dimasukkan
Allah ke surga. Dan barang siapa yang tidak mengerjakannya maka
tidaklah ada baginya disisi Allah janji (itu), dan jika Dia swt
berkehendak maka mengadzabnya dan jika Dia swt berkehendak maka
mengampuninya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, An Nasai dan Ibnu Majah)
Sedangkan Imam Ahmad mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat
dibunuh disebabkan pengingkarannya, sebagaimana firman Allah swt :
فَإِذَا انسَلَخَ الأَشْهُرُ الْحُرُمُ
فَاقْتُلُواْ الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ
وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُواْ لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِن تَابُواْ
وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ فَخَلُّواْ سَبِيلَهُمْ
إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya : “Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, Maka bunuhlah
orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah
mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka
bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah
kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At Taubah 5)
Maka barangsiapa meninggalkan shalat dan tidak ada persyaratan untuk
membebaskannya maka yang ada hanyalah dibolehkannya dibunuh, untuk itu
tidak ada pembebasan bagi orang yang tidak menegakkan shalat.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Antara seseorang dengan kekufuran
adalah meninggalkan shalat.” (HR Jama’ah kecuali Bukhori dan an Nasai)
dan ini merupakan dalil bahwa meninggalkan shalat dapat menjadikannya
kafir. Atau seperti hadits Buraidah,”Perjanjian yang ada antara kami
dengan kalian adalah shalat. Maka barangsiapa yang meninggalkannya
sungguh ia telah kafir.” (HR. Imam yang lima, Ibnu Majah dan al Hakim)
dan hadits ini adalah dalil bahwa yang meniggalkan shalat adalah kafir.
DR Wahbah lebih cenderung kepada pendapat yang pertama yaitu bahwa
(orang yang meninggalkan shalat) tidaklah dihukum dengan kafir,
berdasarkan dalil-dalil qoth’i yang banyak dan juga orang itu tidaklah
kekal di neraka setelah dia mengucapkan dua kalimat syahadat, sabda
Rasulullah saw,”Barangsiapa yang mengucapkan Laa Ilaha Illallah dan
mengingkari segala yang disembah selain Allah maka terpelihara harta dan
darahnya dan perhitungannya ada pada Allah swt.” (HR. Muslim) juga
sabda Rasulullah saw,”Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengatakan
Laa Ilaha Illallah yang dihatinya masih ada kebaikan sebesar gandum.
Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengatakan Laa Ilaha Illallah
yang dihatinya masih ada kebaikan seberat atom.” (HR. Bukhori)
Dan cara melakukan pembunuhan terhadap orang yang meninggalkan shalat
menurut jumhur ulama selain para ulama Hanafi apabila dipenggal
lehernya dengan menggunakan pedang apabila orang itu tidak mau
bertaubat. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz I hal 659 – 661)
Mengqadha Shalat Yang Ditinggalkan
Sebagaimana telah diketahui bahwa shalat merupakan rukun terbesar
didalam islam setelah dua kalimat syahadat dan telah disiapkan hukuman
yang sangat keras bagi orang yang meninggalkannya.
Untuk itu tidak ada kata lain bagi seorang yang meninggalkannya
dengan sengaja baik dikarenakan malas atau menganggapnya remeh agar
segera bertaubat kepada Allah swt dengan taubat nasuha dan menyesali
semua perbuatannya serta menutupi kesalahan besar tersebut dengan
melakukan qadha terhadap seluruh shalat yang ditinggalkannya sebagaimana
pendapat jumhur ulama.
Wajib bagi seorang yang meninggalkan shalat untuk mengqadhanya
sejumlah shalat yang pernah dittinggalkannya. Akan tetapi apabila ia
tidak mengetahui jumlah shalat-shalat yang ditingalkkannya itu maka
wajib baginya untuk mengqadha shalat-shalat yang ditinggalkannya itu
sehingga meyakini bahwa diatas lehernya sudah tidak ada lagi kewajiban
itu (qadha), sebagaimana dikatakan imam yang empat.
Adapun cara melakukan qadhanya adalah dengan bersegera orang itu
melakukan shalat-shalat yang ditinggalkannya sesuai dengan kemampuannya
di waktu apa pun, bisa malam atau siang dengan tetap memperhatikan
tertib shalat-shalat yang ditinggalkannya itu, seperti shalat shubuh
kemudian zhuhur kemudian ashar dan seterusnya. Dan dalil dari
diwajibkannya untuk bersegera adalah firman Allah swt
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
Artinya : “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.” (QS. Thaha :
14) dikarenakan mengakhirkan shalat dari waktunya adalah kemaksiatan
untuk itu diwajibkan bersegera.
Hal diatas apabila jumlah shalat yang ditinggalkannya masih
memungkinkan bagi dirinya untuk mengqadhanya akan tetapi jika jumlahnya
sudah terlalu banyak, misalnya bertahun-tahun dirinya tidak melaksanakan
shalat, sehingga memberatkan baginya untuk mengqadhanya maka cukup
baginya untuk bertaubat kepada Allah dengan taubat nashuha dan tidak
mengulangi perbuatannya meninggalkan shalat di waktu-waktu berikutnya.
Wallahu A’lamA